Lihat ke Halaman Asli

Memulung ini Pilihanku

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di penghujung malam ada irama mengelitik entah dosa atau aku mulai lupa , Sarung lusuh hanya bisa ku pajang diantara dinding bilik bambu di sudut kamar seolah rindu ku pakai mengadu kepada haliq . Remang lampu minyak mengisyaratkan ternyata hidupku cuma sebatas kunang kunang yang terbang merobek malam . Kadang aku berfikir di penghujung usia ku apa yang bisa aku beri yah ....... Kuterawang atap genting yang sesekali tembus oleh air hujan dan celoteh cicak seolah mengejek bahwa aku hanya bisa bermain dengan sebuah takdir yang bernama kemiskinan . Semakin lama aku diam dalam sejuta penyesalan ketika ku lihat anak sulungku yang beranjak dewasa tapi tidak dapat mengeyam pendidikan layaknya anak tetangga sebelah .

Kurasakan malam semakin lama aku tenggelam dalam keterpurukan menyesali ketika kemiskinan selalu setia menemaniku , tak ubahnya senyum sesaat  ketika beberapa tumpuan kardus bekas bisa berubah beberapa lembar uang sepuluh ribuan . tapi apa cukup buat mencukupi kebutuhan beberapa hari kedepan sambil terus beranjak dari satu tempat ketempat mengais sampah bagi mereka  tapi rejeki buat ku dan keluargaku .

Dari selembar koran usang terpampang sang Putri Negeriku terpampang dengan kasus korupsinya , Gunemku dalam hati ini pembedanya aku melakukan memulung barang rongokan dengan kail besi dan keranjang usang yang ketika sorenya hanya bisa ditukar denga seliter beras untuk menyambung hidup esok anakku sedang sang putri hanya dengan sekali lentikan jari bisa memulung ratusan juta sambil bercengkrama , jalan - jalan keluar negeri dengan keluarga kecilnya .

Oh sang malam masih kau kutukah aku menjalani kehudupan ini ?. Jika sebuah buku kematian ada maka izinkan aku menitip pesan atau kutulis sendiri guna mematikan kemiskinan ini dariku dan jadikan aku pemulung yang punya arti dari sebuah keabadian sebagai profesi . Ku rebahkan tubuh ku dia atas kardus merk rokok sambil menatap malam menjemput pagi dimana sampah dan barang rongsokan telah menanti .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline