Lihat ke Halaman Asli

Gysella Ayu Wanditha

MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010162

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna

Diperbarui: 22 November 2024   09:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si.

Korupsi telah menjadi istilah yang umum didengar oleh masyarakat Indonesia. Terlebih dengan maraknya pejabat publik yang terlibat dalam tindak korupsi, membuat masyarakat mulai kehilangan kepercayaannya terhadap penegak hukum maupun pemerintah. Hal ini tentu dapat mengakibatkan dampak negatif yang berkepanjangan bagi berbagai pihak. 

Apa itu Korupsi?


Kata Korupsi berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus” yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003: 28). Adapun kata “corruptio” berasal dari kata suatu bahasa Latin yang lebih tua yaitu “corrumpere”, yang memiliki arti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap (Nair, 2006: 281-282). Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” dalam bahasa Inggris, “corruption” dalam bahasa Perancis, “corruptie/korruptie” dalam bahasa Belanda. Dengan demikian kata korupsi secara harfiah memiliki arti kebusukan, kebejatan, keburukan, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.


Dalam Black Law Dictionary di modul Tindak Pidana Korupsi KPK, Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya "sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenaran-kebenaran lainnya. Sejalan dengan Black Law Dictionary, World Bank pada tahun 2000 mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah korupsi dapat didefinisikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa korupsi merupakan perilaku yang melanggar hukum, norma, atau etika untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah, baik berupa uang, barang, jasa, atau manfaat lainnya.

Mengapa Korupsi dapat terjadi?


Korupsi selalu menjadi masalah yang menimbulkan polemik dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Terlebih menurunnya tingkat Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) tahun 2024 sebesar 3,85 yang menurun dari capaian IPAK tahun 2023 sebesar 3,92. Tingginya tindak korupsi dan upaya pemberantasan korupsi yang tidak optimal serta lemahnya hukum terhadap pelaku korupsi, menjadi salah satu alasan menurunnya perilaku anti korupsi dalam masyarakat umum dan menyebabkan masyarakat yang bersikap permisif. Menurut Robert Klitgard dalam bukunya yang berjudul Controlling Corruption, maraknya tindakan korupsi dapat diakibatkan oleh para pembuat kebijakan dan politisi negara itu sendiri yang tidak ingin mengatasi tindakan korupsi. Mereka dapat menggunakan kegiatan-kegiatan tidak halal untuk mempertahankan status quo kekuasaan, meskipun dengan mengorbankan pembangunan bangsanya. Selain itu, korupsi mempunyai segi-segi menguntungkan bagi yang berkuasa, bukan saja sebagai sarana untuk menggembungkan kantong tetapi juga sebagai bagi penyelesaian politik, membina jalinan relasi, dan bahkan partisipasi politik. Bahkan adakalanya korupsi dapat memperbaiki efisiensi ekonomi atau organisasi. Bahwa korupsi sekurang-kurangnya menguntungkan beberapa orang yang duduk dalam kekuasaan, membuatnya menjadi suatu masalah yang sulit diatasi.

Dalam buku yang sama Robert Klitgaard juga mengemukakan teori CDMA (Corruption = Monopoly + Discretion-Accountability) sebagai tiga elemen utama penyebab terjadinya korupsi. Robert Klitgaard berpendapat bahwa tindak korupsi dapat terjadi ketika kekuasaan diskresioner dan monopoli tidak diimbangi dengan akuntabilitas yang kuat. Adapun tiga elemen utama tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 

1. Monopoly

Monopoli (monopoly) terjadi ketika suatu entitas atau individu memiliki kendali eksklusif atas sumber daya, pasar, atau keputusan. Ketika monopoli tinggi, risiko korupsi meningkat karena tidak ada persaingan atau alternatif bagi pihak-pihak yang terkena dampak.


2. Discreation

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline