Lihat ke Halaman Asli

Christopher Nolan vs Imam Ar Razi

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bagi rekan-rekan yang senang film-film box office pasti tau film Insterstellar. Sebuah mahakarya Christopher Nolan berupa film rekayasa drama ilmiah yang melibatkan emosi sosial yang mendebarkan dan turunan postulat sains yang kompleks. Alur, makna, dan settingnya menjadikan film ini mendapat review : “Dapat mengubah pola pikir manusia yang menontonnya”.

Film itu berisi sebuah perjalanan untuk mencari solusi pada segala ruang keterbatasan yang dihadapi umat manusia di bumi. Keterbatasan itu ditandai dengan berkurangnya sumberdaya dan energi, rusaknya lingkungan hidup, dalam menghadapi hasrat hidup manusia kian meningkat. Sampai muncullah gejala-gejala keterbatasan tersebut dengan berbagai bencana yang datang silih berganti. Bumi sudah mencapai batas waktunya dalam “Melayani” manusia yang hidup didalamnya. Sampai pada saatnya NASA dan para jawara sains se-dunia menyimpulkan dua aspek besar keterbatasan yang manusia hadapi... yakni keterbatasan ruang dan waktu. Maka, Cooper, seorang petani jagung, insinyur, dan pilot kapal luar angkasa dituntun oleh suatu “makhluk” untuk menjelajah luar angkasa untuk mempelajari dan mencari habitat baru manusia.

Jika boleh saya simpulkan bahwa kompleksnya jaringan keterkaitan seluruh disiplin ilmu yang dibangun umat manusia ribuan tahun lamanya, memiliki musuh yang tiada tanding, yakni ruang dan waktu. Ruang dan waktu membatasi umat manusia untuk beraktivitas. Dan tidak ada yang tidak menyerah pada batasan ruang dan waktu.


“We used to look up at the sky and wonder at our place in the stars, now we just look down and worry about our place in the dirt.” (Cooper – tokoh utama dalam film Interstellar)

Time....”, ucap Tennessee Williams dalam The Glass Menagerie, sebuah naskah drama populer di tahun 1944 yang berisi pesan mendalam kehidupan “....is the longest distance between two places”. Sesuatu yang terpanjang, terluas, dan tak-hingga kerap malah menjadi batasan kita untuk terus memikirkannya. Terbatas bukan karena tertekan, namun karena sesuatu yang kita miliki takkan mampu mencapainya. Sehingga kita menyerah pada keterbatasan yang kita punya terhadap ketidakterbatasan yang ada. Keterbatasan adalah diri kita sendiri dan ketidakterbatasan adalah ruang dan waktu. Dan film Interstellar adalah film yang mencoba memberikan gambaran sejauh apa akal manusia dalam menjawab keterbatasan dan ketidakterbatasan tersebut.

Hal yang lebih mendalam yang ingin saya sampaikan adalah sosok seorang Imam Fakhrudin Ar Razi, ahli tafsir yang menyajikan makna kalam Allah dan tauhid dalam kedalaman pemikiran yang luar biasa. Beliau membahas kajian tauhid dengan melibatkan konstelasi filosofis alam semesta yang ada. Sehingga, pembuat yang membaca dan mendengarkan kajian tentangnya seakan ditancapkan tombak tauhid beracun iman yang menyebar ke semua pembuluh seketika.

“Allah telah menciptakan dua makhluk terbesar dan termegah, yakni tempat dan waktu.” Menurut Imam Ar Razi dalam kitabnya, yang dimaksud tempat adalah, “Sesuatu dimana terdapat kekosongan yang tiada berbatas yang didalamnya terdapat bumi, matahari, bintang, dan segala benda yang ada”. Sebuah pendekatan yang sungguh tak terduga dari seorang ahli tafsir. “Tempat” yang selama ini kita artikan sebagai sebuah wujud fisik yang dapat disebut dan diukur malah didefinisikan sebagai sebuah kekosongan tiada berbatas. Kemudian, waktu, diartikan sebagai “Sesuatu yang berwal dari gelap dan berakhir di gelap pula”. Berawal dari gelap karena kita tak pernah tau apa yang ada dan terjadi pada saat waktu berdetak pertama kali, gelap. Dan berakhir di gelap karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada saat waktu berhenti berdetak, gelap.

Ruang/tempat dan waktu adalah makhluk Allah yang paling besar dan yang paling megah yang bisa Allah atur sesuai kehendak-Nya. Tidak ada yang bisa mendefinisikan jarak ujung dari ruang hampa luar angkasa. Tidak ada yang bisa berteleportasi dalam sekejap dari satu tempat ke tempat yang lain. karena hanya Allah yang bisa mengatur ruang atau tempat. Kita tidak bisa menentukan seenaknya kapan kita bisa hidup, atau kapan kita akan mati atau selama apa kita ingin tidur. Namun, Allah dapat menjaga seorang Fanisa Rizkia (10) yang tetap selamat saat tsunami Aceh 2004 terjadi, Allah dapat memanggil seorang Adjie Masaid yang segar bugar pada saat bermain futsal, dan Allah dapat menidurkan ashabul kahf selama ratusan tahun sedang mereka mengira hanya tidur semalam; karena hanya Allah yang dapat mengatur waktu.

Maha karya sineas dunia Christopher Nolan yang berjudul Interstellar ini menyajikan telaah ilmiah bahwa betapa besarnya keinginan manusia untuk dapat mengatur ruang dan waktu yang selama ini membatasi segala hasrat manusiawi mereka. Namun, bagi sesuatu yang tidak terjangkau akal, kita hanya dapat menjangkaunya dengan iman, bahwa hanya Allah-lah yang dapat mengatur ruang dan waktu. Disaat yang bersamaan Allah memiliki sifat yang melekat pada-Nya, Mukholafatu lil hawaditsi, Allah tidak sama dengan makhluknya. Hanya Dia yang dapat mengendalikan segalanya sedang manusia adalah salah satu yang dikendalikan-Nya.


"Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 22:47)


"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 32:5)

"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun." (Al Qur'an, 70:4)

Jika keagungan Allah disebabkan dengan tempat atau arah...” tulis Imam Ar Razi dalam kitab tafsirnya, “....maka tentunya tempat dan arah atas tersebut menjadi sifat bagi Dzat-Nya. Kemudian itu berarti bahwa keagungan Allah terhasilkan dari sesuatu yang lain; yaitu tempat. Dan jika demikian berarti arah atas lebih sempurna dan lebih agung dari pada Allah sendiri, karena Allah mengambil kemuliaan dari arah tersebut. Dan ini berarti Allah tidak memiliki kesempurnaan sementara selain Allah memiliki kesempurnaan....”, sepatutnya kita mengernyitkan dahi, karena, “Tentu saja ini adalah suatu yang mustahil”, lanjut Imam Ar Razi dengan tegas. Allah itu suci dari tempat dan suci dari waktu. Jangan pernah bertanya Allah ada dimana atau kapan Allah ada untuk kita. Karena jawaban pertanyaan bodoh itu ada pada ketidakterbatasan yang hanya bisa dijangkau dengan iman.


Two things are infinite: the universe and human stupidity; and I'm not sure about the universe.
Albert Einstein

Iman-lah yang menolong keterbatasan akal, dan akal-lah yang dapat memperkuat iman. Bahwa syariat atau ilmu qouliyah dan sains atau ilmu kauniyah keduanya berasal dari asal yang sama, yakni Allah azza wa jalla... maka sudah sepatutnya fenomena alam yang terjadi di dunia ini hanya akan berlangsung baik dengan syariat yang Allah dan Rasulnya risalahkan pada kita, ummat muslim di seluruh dunia.

16.07

Kantor Tercintah

Gugi Yogaswara

“Di menganggurnya masa trainee”

NB : Hatur nuhun untuk mas Nolan karena filmnya sudah memperkuat iman saya... semoga tetap istiqomah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline