Lihat ke Halaman Asli

PECANGKOKAN IDEOLOGI BERBUNTUT EGOIS

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_153598" align="alignleft" width="300" caption="http://people.su.se/~guarr/Ideologi/Ideologi-filer/image004.jpg"][/caption]

Pertama, mau tidak mau kita harus mengakui sebuah perbedaan. Yang sering kita bilang bahwa beda kepala beda pikiran. Inilah keunikannya bahwa setiap manusia itu mempunyai banyak konsep mengenai apa yang diamatinya. Dan kita bisa menjelaskan hasil konsep kita dengan sebuah kata/term dan juga kalimat, hanya saja kadang kita berbeda dalam menyebutkannya. Namun, ada beberapa hal yang bisa dijadikan sebuah patokan dan persetujuan dari apa yang diamatinya yaitu dengan asas berpikir yang benar, yang sering disebut Logika. Dalam berlogikapun kita dianjurkan bisa menyusun sebuah premis, hingga kesimpulan yang diambil bisa benar karena premisnya juga benar.

Di dalam logika kita mengenal apa itu "kata" atau "term" dalam menyebutkan sebuah konsep dari hasil penginderaan (observasi), misalkan saja saya melihat "mobil", maka dalam pemahaman saya mobil itu adalah kendaraan bermesin dengan roda empat. Di luar negara (Indonesia) dan dimana saja, jika seseorang mengamati kendaraan bermesin dengan roda empat, maka ada sebuah kesepakatan dalam mengkonsepkannya hanya saja ada yang bilang kendaraan itu adalah "mobil" atau "car" (dalam bahasa Inggris) atau juga kata/term yang lainnya yang menunjukan sebuah kendaraan bermesin beroda empat. Kata atau term dalam pengertian ini biasa disebut UNIVOK karena sering mengarah pada kata benda, dan hal ini sangat mudah untuk dimengerti?

Lalu, bagaimana dengan sebuah kata yang tidak dapat dilihat (nonmateri) seperti kata "Agama" dan "Filsafat", bagaimana kita bisa menjelaskan kata-kata seperti ini. Apakah ada sebuah patokan juga untuk disepakati? Buat para pembaca yang sering membaca buku Agama dan filsafat, kita sering menemukan sebuah "pengertian" yang berbeda tergantung dari siapa pengarang buku itu, misalkan saja dengan istilah filsafat, di dalam buku banyak sekali "pemahaman" yang berbeda dalam menyebutkan arti filsatat. Namun, jika kita kembali pada dasar kata itu darimana, pasti kita bisa ambil arti yang sama, misalkan filsafat dari kata Yunani yaitu, Philo dan Sofi yang artinya adalah cinta kebenaran.

***

Kedua, tulisan saya di atas, sebenarnya tidak ingin membahas apa itu logika karena logika sangatlah luas. Tapi yang ingin saya sampaikan pada kesempatan kali ini adalah kita ini harus lebih dulu mencari dasar kesepakatan kata/term dan juga bagaimana kita bisa membuat premis yang benar, sehingga yang ingin kita sampaikan bisa tepat dan tidak menjadi kesalahapahaman dalam memahami premis yang kita buat.

Sebelumnya, saya ingin berbagi cerita dari "filsuf alam" yaitu Thales. Pada suatu hari Thales pergi berjalan-jalan. Matanya asyik memandang ke atas, melihat keindahan alam di langit. Dengan tiada setahunya, terjatuh ia masuk lubang. Dan seorang perempuan tua yang lalu dekat itu menertawakanya, sambil berkata "Hai Thales, jalan di langit kau ketahui, tetapi jalan di atas bumi ini tidak kau ketahui".

Cerita di atas ini saya ambil untuk mempermudah apa yang ingin saya sampaikan pada teman-teman yang ada di Kompasiana ini. Kemarin, sekian lamanya saya baru buka lagi kompasiana, saya terpancing pada satu diskusi dengan seorang kompasianer pada salah satu postinganya. Saya juga tidak ingin menjelekan atau mengadu pada teman-teman kompasiana dengan tulisan ini siapa orangnya, karena saya menganggap hal ini sebagai pelajaran yang sangat baik, yang bisa kita ambil manfaatnya.

Saya menganggap kita semua yang ada di Kompasiana ini sebagai Thales, yang sibuk dan keasyikan mempelajari Ideologi. Setelah kita merasa ideologi yang kita anggap baik, yang pada dasarnya hanyalah dalam pemahaman kita sendiri saja. Lalu, kita mencoba-coba mengcangkokan pemahaman kita ke orang lain dengan istilahnya menularkan ideologi. Pecangkokan dan pemularan sebuah ideologi bukanlah masalah, selama tidak dalam bentuk paksaan seperti perang yang pada dasarnya pecangkokan ideologi dengan super paksaan.

Kita semua tahu yang ikut dan bergabung pada kompasiana ini mempunyai keinginan yang sama, yaitu sama-sama ingin menuangkan ide yang kita punya. Kalau hanya menuangkan ide dan membagikan cerita adalah hal yang baik (bertukar pikiran dan informasi). Tapi hal demikian bisa menjadi tidak baik kalau ada unsur sebuah paksaan harus menerimanya. Dan dengan itu juga kita tidak bisa menghindari kritikan, saran dan berdebat dari apa yang kita paparkan (deskripsi). Ada sebuah hukum yang harus memenuhi syarat-syaratnya.

Kembali pada cerita Thales, kita semua sibuk dan ingin membagikan dan membanggakan ideologi yang kita punya. Namun, seiring itu juga kita lupa akan syarat- syarat yang harus kita kerjakan sebelum memaparkan sebuah ide yang ingin kita sampaikan. Mudahnya, saya anggap “Ideologi” sebut saja sebagai jalan langit, dan “Syarat-syarat” sebagai jalan di atas bumi pada cerita Thales di atas.

Terkadang saya heran para pecangkok ideologi ini, mungkin mereka sudah mengindap penyakit “narsis” yang sudah akut sekali atau saya pribadi menyebutnya “Mr. Know-All”, karena bila berdiskusi itu tidak mau mengalah dan juga tidak mau menerima pendapat orang lain.Saya kembali bertanya, apa ada sebuah batasan yang telah dibatasi sendiri semangat belajarnya? Sangat aneh.

Buat saya kompasiana adalah rumah, yang seharusnya kita bangun sebagai tempat “semangat belajar” menuangkan ide. Namun, saya diherankan lagi. Jika kompasiana adalah tempat menuangkan ide, maka kompasiana bukanlah forum diskusi yang bisa bertatap muka langsung dan menuangkan ide sebagai halnya obrolan di warung kopi. Syaratnya menuangkan ide di sini yaitu dengan menulis, menyusun kalimat dan memilih kata yang tepat, yang dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca. Bagaimana mungkin pembaca bisa memahami ide kita, jika kita tidak mau berusaha menyusun kalimat dengan susunan kata yang benar. Sehingga buat bingung para pembaca, setelah dikritik oleh pembaca dibilang tidak memahaminyalah. Padahal kata/term itu sangatlah penting. Karena jika kita tidak bisa memahami artikulai kata/term saja bisa terjadi perang, bunuh-bunuhan dan caci-mencaci. Sangat sia-sia, bukan?

Kita ini memang seperti si Thales pada cerita di atas, terlalu asyik mau menuangkan ide, tapi kita tidak tahu cara menyampaikan ide itu harus seperti apa? Padahal, dalam kasus tertentu ternyata akan sangat keliru, jika memahami kalimat utuh hanya bagian maknanya saja lalu meneliti bermakna atau tidaknya kalimat itu. Suatu kalimat selaluharus komplit, memiliki artikulasi dan tentu saja bisa melahirkan suatu ekspresi yang bermakna. Dan jika seperti ini, maka sudah sewajarnya kita (Thales) ditertawai oleh Si nenek. Ya, karena kita melupakan jalan atau cara bersyaratnya menuangkan ide.

Demikianlah, nasib Si Thales yang jadi bahan tertawaan Si Perempuan Tua itu. Gagal dan tandas semua harapanya untuk pecangkokan sebuah ideologi karena lupa atau tidak tahu bagaimana cara untuk bisa diterima idenya itu.

Kemana semangat belajarnya? wahai Thales! :)

Apakah Thales memang merelakan diri untuk mengidap penyakit narsis yang sudah akut, juga rela disebut banyak orang sebagai “Mr. Know-All”? :)

Salam Manis, buat cewe-cewe saja, dan

Salam Damai buat yang cowo…. Huahahahahahha J lagi ah, hahahahaha…

Catatan :

Saya sebenarnya bingung mau dikategorikan kemana tulisan ini, karena di kompasiana ini tidak ada kategori “curhatan kompasianer”. Lebih baik menulis cerita fiksi, humoria, dan edukuasi. Dibandingkan dikategorikan filsafat karena untuk filsafat kita harus siap terima kritik loh… ya udah ah, lebih baik ini saya masukan kategori filsafat saja. Supaya saya bisa menyikapi sebuah kritik yang memajukan kualitas menulis kita. Oh ya saya ini tidak narsis loh, tapi tulisan saya ini yang narsis,, hehehehehe.. ^_^v sama aja ya???

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh GUL~PiSs ah…!! :p




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline