Lihat ke Halaman Asli

Perihal Rejeki

Diperbarui: 21 Januari 2016   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

rejeki itu banyak sekali bentuk rupanya.
yang saya yakini,
bahkan se-sederhana kereta yang masih bisa saya tumpangi sebelum menutup pintunya sedetik kemudian setelah kau datang.

rejeki itu hal-hal yang ada di depan mata.
persis di depan mata,
dan kita mampu meraihnya,
walau kadang banyak rintangan yang harus dilalui terlebih dahulu,
walau kadang pula,
mudah sekali kita mendapatkannya.

rejeki itu serumit ujian matematika yang dapat saya selesaikan,
dengan mudah karena ternyata soal yang diberikan sesuai apa yang sudah dipelajari.

rejeki juga bisa seindah suara ombak lautan yang bisa saya dengar,
di suatu tempat yang tidak pernah saya kunjungi sebelumnya,
karena berada disitu saat itu juga menjadi rejeki yang sudah digariskan Tuhan.
yang mungkin, orang lain belum tentu memiliki kesempatan berada disana.

rejeki itu berapapun jumlah uang yang saya dapatkan,
setelah kerja keras saya yang dirasa tiada henti.
namun disaat saya berharap lebih, tetap hanya itu yang saya dapatkan.
sekeras apapun saya berharap dan berusaha kerja lebih keras,
rejeki saya hanya sebatas itu.
saat ini.

rejeki itu secangkir kopi yang bisa saya nikmati di suatu sore,
bersama kawan yang awalnya hanya bisa saya jumpai di pagi hari.

rejeki itu kemampuan merangkai kata seperti ini,
untuk disampaikan dengan pilihan diksi yang sesuai.

rejeki itu bagaimana saya bersyukur kepada Tuhan,
pemilik alam semesta raya,
pemilik jiwa dan raga.
karena saya selalu dilimpahkan rejeki tak henti-henti.

rejeki itu merdunya suara ummat saat melantukan puja-puji,
untuk Tuhan Yang Maha Esa.
walau hanya diucapkan di dalam hati.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline