Lihat ke Halaman Asli

Spiritualitas 'Jawa' (Kebatinan) dan Spiritualitas Islam

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Term (terminologi) “kebatinan” , yang dianut oleh sebagian masyarakat jawa, bagi sebagian kalangan dianggap akulturasi spiritualitas Islam dengan kebudayaan dan tradisi Jawa. Tetapi jika ditelisik lebih dalam, maka akan kita dapatkan perbedaan mendasar antara keduanya. Definisi kebatinan sebagaimana yang disepakati dalam keputusan kongres BKKI ke-I di Semarang tahun 1955, adalah sepi ing pamrih, rame ing gawe, mamayu hayuning bawono. Artinya kebatinan adalah tidak punya maksud yang menguntungkan, giat bekerja untuk kepentingan umum, berupaya untuk mensejahterakan dunia. Definisi ini memberikan pesan agar manusia dalam kehidupannya lebih mementingkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Kemudian pada tahun 1956, berdasarkan keputusan kongres BKKI ke-2, definisi kebatinan adalah sumber asas dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, untuk mencapai budi luhur, guna kesempurnaan hidup. Sentralitas manusia sebagai tolak ukur segala sesuatu terlihat jelas pada kedua definisi di atas. Definisi pertama menegaskan bahwa tujuan akhir segala usaha manusia di dunia hendaknya berhenti pada pencapaian “keridhoan” manusia di muka bumi dengan menitik beratkan usaha bersama. Sedang definisi kedua, kebatinan menjadi sumber asas dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, jelas logika ini terbalik,seharusnya Ketuhanan Yang Maha Esa lah yang menjadi sumber primer, sedangkan “kebatinan” yang merupakan hasil rumusan manusia, tidak lebih sebagai manifestasi dari nilai-nilai Ketuhanan yang universal. Maka tidak heran, ada kemungkinan aliran-aliran kebatinan yang berkembang di Indonesia mengingkari dan memungkiri adanya Tuhan Yang Maha Esa atau Ateisme.

Sementara Spiritualitas Islam merupakan sikap dari setiap muslim yang merefleksikan Allah swt sebagai sentral segala sesuatu dan menentukan norma atau prinsip hidup. Al-Qur'an dipandang sebagai norma atau prinsip hidup oleh mereka yang ingin selamat dan diterima di antara orang-orang yang terpilih. Sehingga semua ekspresi kemakhlukan memiliki tujuan akhir yang jelas yaitu sesuai dengan kehendak dan keinginan Tuhan. Dari beberapa definisi di atas, ditarik kesimpulan bahwa menyamakan kebatinan dengan spiritualitas Islam menurut hemat penulis tidak tepat. Karena Islam adalah produk Tuhan sedang kebatinan merupakan produk manusia. Karena itu kebatinan lebih tepat disebut “kebudayaan spiritual” atau “kebudayaan batin”.






BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline