Karya: Gutamining Saida
Hari Minggu yang saya tunggu akhirnya tiba. Hari di mana saya bisa memanjakan diri tanpa tergesa-gesa. Hari-hari biasa penuh dengan rutinitas yang padat mengajar, menyiapkan makanan untuk keluarga, dan berurusan dengan segala macam pekerjaan rumah. Namun hari ini, saya memberikan waktu sejenak untuk diri sendiri. Saya merasakan sedikit kebebasan dari kesibukan. Biasanya, setelah salat subuh, langsung berkutat di dapur menyiapkan sarapan, tapi hari ini berbeda. Hari Minggu ini saya memutuskan untuk tidak memasak. Saya beralasan untuk keluar rumah dan mencari sarapan yang enak.
Sejak malam sebelumnya, sudah terbayang di kepala akan nasi pecel yang dijual di pinggir jalan raya. Rasanya lezat dan kesederhanaannya selalu membuat rindu. Makanan itu mengingatkan pada masa kecil, saat ibu sering membuatkannya untuk kami sekeluarga. Kali ini, saya ingin merasakan lagi kenikmatan nasi pecel, tapi dengan cara yang berbeda. Saya membelinya dan menikmatinya dengan santai.
Pagi, aku siap-siap untuk pergi. Hari ini saya libur dari membuat sarapan. Anak perempuan, saya ajak dan bersiap-siap ikut membeli sarapan. Dia pun semangat, karena dia tahu kami akan menikmati sarapan istimewa yaitu nasi pecel.
Warung nasi pecel itu sederhana, hanya sebuah meja kayu dan beberapa kursi plastik untuk pengunjung yang ingin makan di tempat. Penjualnya seorang ibu muda, ramah dengan senyum yang menenangkan. Di depan warungnya, beberapa pembeli sudah duduk menikmati sarapan, seolah itu adalah bagian dari rutinitas pagi mereka.
Saya memesan dua bungkus nasi pecel. Ibu penjual dengan sigap mengambil daun jati, lalu mulai menyusun nasi putih di atasnya. Aroma wangi daun jati yang khas langsung menyebar, membuat semakin tak sabar untuk menikmatinya. Di atas nasi, ibu itu menambahkan sayuran rebus yaitu kecambah yang segar, daun ale yang harum, daun wangon yang teksturnya kenyal, dan daun ketela yang empuk. Semuanya tersusun rapi di atas nasi, seperti sebuah karya seni sederhana.
Kemudian, puncaknya adalah dituangkan sambal kacang kental di atas sayuran. Sambal itu terlihat begitu menggoda, berwarna cokelat kemerahan dengan aroma kacang yang kuat. Aku tahu dari pengalaman, rasanya akan sedikit pedas dengan sentuhan manis yang pas, khas sambal pecel. Untuk melengkapi si penjual itu menambahkan dua buah tempe goreng dan peyek yang renyah di setiap bungkus. Tempe itu masih hangat, baru saja diangkat dari penggorengan, memberikan kontras tekstur yang menyempurnakan hidangan sederhana ini.
Setelah membayar, saya memutuskan untuk pulang dan menikmatinya di rumah. Kami rasanya tak sabar ingin segera mencicipinya. Namun saya harus membiarkan nasi pecel sedikit berdiam dalam bungkus daun jati. Dan lanjut perjalanan pulang. Daun jati akan memberikan aroma alami yang semakin meresap ke dalam nasi, memperkaya rasa dari setiap suapan.Sesampainya di rumah, kami duduk bersama di meja makan. Dengan hati-hati, saya membuka bungkus daun jati, membiarkan aroma pecel yang harum memenuhi ruangan..
Saat gigitan pertama masuk ke mulut, semua penantianku terbayar. Rasa gurih dari sambal kacang berpadu sempurna dengan kelembutan nasi dan kesegaran sayuran. Daun jati memberikan sentuhan aroma yang khas, membuat setiap suap menjadi semakin nikmat. Tempe gorengnya renyah, menjadi pelengkap sempurna dari sarapan pagi ini.
Hari ini adalah momen sederhana, tapi penuh kebahagiaan. Di hari Minggu yang tenang ini, nasi pecel bungkus daun jati yang sederhana telah memberikan kenikmatan luar biasa. Momen seperti ini mengingatkanku bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam hal-hal kecil, seperti sarapan pecel bersama keluarga di pagi yang cerah.