Lihat ke Halaman Asli

Pragmatisme ala Dimas Kanjeng

Diperbarui: 10 Oktober 2016   07:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 ditangkap aparat kepolisian (22/9), sosok Dimas Kanjeng Taat Pribadi bak selebriti. Aksi penggandaan uang pria berumur 46 tahun jadi trending topik. Videonya di youtube dilihat banyak orang. Tak hanya masyarakat awam dan agamawan, pakar hukum pun angkat bicara. Uniknya, politisi senayan juga ambil bagian. Mereka mewawancarai Dimas Kanjeng sebelum akhirnya mengecek langsung padepokan di Gading Probolinggo.

Sementara itu, satu demi satu fakta terungkap. Jumlah pengikut Dimas Kanjeng disebut ribuan orang dengan jejaring yang sangat rapi. Mereka tak hanya berasal dari masyarakat biasa, tapi juga ada politisi nasional, perwira TNI/Polri, guru/dosen dan birokrat. Wilayah operasi tak hanya di pulau Jawa, tetapi diketahui menjangkau beberapa kota di Pulau Sulawesi dan Kalimantan.

Memang cukup mencengangkan. Dirilis media, jumlah uang yang berhasil dikumpulan mencapai Rp.1 trilyun lebih. Di salah satu acara televisi, seorang mantan pengikut Dimas asal Situbondo mengaku pernah menyetor Rp.208 juta. Dia tergiur iming-iming bahwa uang yang disetor akan dikembalikan berpuluh-puluh kali lipat. Dikatakan bahwa dengan menyetor uang Rp. 2 juta maka dijanjikan kembali Rp.1 milyar setelah satu tahun.

Apa yang mendasari pengikut Dimas Kanjeng rela menyetor uang dalam jumlah banyak? Bukankah praktek penggandaan uang di beberapa tempat sudah terbongkar berkali-kali dengan modus yang relatif sama?. Kedok ritual dalam kegiatan-kegiatan tersebut nyatanya tidak bisa menutupi unsur penipuan yang sesunguhnya. Inilah yang menjadi studi menarik untuk mengetahui tren sosiologi masyarakat kita.

Motif Ekonomi

Dari segi motif, sesungguhnya aksi nekat pengikut Dimas Kanjeng tak berbeda jauh dengan tindak penyuapan seseorang supaya jadi CPNS atau aksi money politics untuk meraup suara dalam Pilkada. Juga seperti dalam kasus suap kuota impor, suap izin reklamasi dan mark up proyek pembangunan RSUD dan dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan anggaran. Dalam bahasa populer kita sebut bahaya laten Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Dalam potret kehidupan sehari-hari juga kita sering melihat kepragmatisan. Misal, ada pengendara yang terkena tilang main mata dengan aparat polantas untuk menghindari sidang, truk overload muatan setor amplop ke petugas jembatan timbang, PKL illegal setor upeti pada aparat supaya tidak digusur dan lain sebagainya. Pada prinsipnya, terdapat motif keuntungan ekonomis diantara keduabelah pihak.

Maka, terhadap pengikut Kanjeng Dimas terdapat dua faktor yang bisa menjelaskan latarbelakang keikutsertaanya. Pertama, hal-hal yang menjadi pendorong (push factor) yang sifatnya personal. Berbagai kenyataan hidup yang menekan mulai dari masalah hutang, meningkatnya kebutuhan finansial hingga relasi bisnis dan sosial akhirnya mengalami internalisasi pemikiran. Timbul dorongan untuk merubah ke arah lebih baik.

Internalisasi ini yang kemudian membuahkan opini, obsesi dan justifikasi tindakan. Banyaknya iklan produk/jasa yang disajikan media massa juga ikut mempengaruhi gaya dan cara pandang hidup. Pemenuhan kebutuhan tidak hanya yang bersifat primer, tapi bergeser ke sekunder dan tersier. Dari sinilah bisa dipahami mengapa pengikut padepokan Dimas Kanjeng juga berasal dari kalangan menengah ke atas, bahkan kategori orang sangat kaya.

Kedua, hal-hal yang menjadi faktor penarik (pull factor). Iming-iming hasil berlipat  (dalam bentuk cash money ataupun benda berharga) terhadap uang yang disetor jadi perangsang munculnya tindakan. Hasil pengamatan langsung ataupun pendengaran testimoni menambah tingkat keyakinan (level of confidence) tindakan semakin tinggi. Pada saat kesempatan ditawarkan rasionalitaspun ditanggalkan sebagai pengaruh keyakinan tersebut.

Sikap Pragmatisme

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline