Polisi menetapkan empat orang petugas forensik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djasamen Saragih, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara sebagai tersangka. Keempat petugas pria tersebut diketahui berinisial DAAY, ESPS, RS, dan REP. Dari dua diantara tersangka tersebut diketahui sebagai perawat. Mereka ditetapkan tersangka lantaran memandikan jenazah seorang perempuan bukan muhrim bernama Zakiah (50). Adapun pasal yang digunakan polisi untuk menjerat petugas tersebut adalah Pasal 156 huruf a juncto Pasal 55 ayat 1 tentang Penistaan Agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Meski status keempat petugas forensik tersebut telah dinaikan sebagai tersangka, namun, polisi tidak melakukan penahanan kepada yang bersangkutan. Hal ini dilakukan karena jasa dari ke empat tersangka tersebut masih dibutuhkan oleh untuk menangani jenazah di RSUD Djasamen Saragih.
Menyikapi kasus tersebut, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) turun tangan untuk memberikan pendampingan hukum kepada petugas tersebut. Kemudian Direktur dan tiga Wakil Direktur RSUD Djasamen Saragih Pematangsiantar dicopot dari jabatannya sebagai buntut kasus salah prosedur empat petugas laki-laki memandikan jenazah perempuan.
Pencopotan jajaran direksi ini dilakukan langsung Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah di hadapan ribuan massa pengunjuk rasa di Lapangan Haji Adam Malik, Senin (5/10/2020). Hefriansyah mengatakan, tindakan tegas yang diambil tersebut menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan pengunjuk rasa melalui juru bicaranya Syakban Siregar.
Mendengar berita yang telah beredar di portal media ini, peggiat media sosial Denny siregar CS membuat petisi di media Change.org dengan tajuk Jangan Kriminalisasi Nakes!. Adapun isi dari petisi Denny siregar DKK ini adalah sebagai berikut:
Di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, para petugas medis dikriminalisasi. Mereka dituduh menistakan agama. Kasus ini bermula saat penanganan jenazah Zakiah (50), pasien suspek Covid-19 yang meninggal dunia pada Minggu 20 September 2020 di RSUD Djasamen Saragih.
Jenazah wanita asal Serbelawan, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun, itu dimandikan empat orang petugas forensik RSUD Djasamen Saragih. Mereka berjenis kelamin laki-laki, dua di antaranya berstatus sebagai perawat.
Sang Suami melaporkan kasus itu ke polisi dengan tuduhan penistaan agama. Padahal sebelumnya dia menyatakan setuju dengan proses itu. Klausul penistaan agama itu muncul karena fatwa dari pengurus MUI Pematangsiantar. Sekarang kasus ini sudah masuk proses persidangan.
Dalam situasi pandemi Covid-19 ini, para petugas medis adalah garda terdepan dalam memerangi virus Corona. Mereka berkutat dengan risiko, nyawa taruhannya. Semua dilakukan untuk melayani masyarakat agar selamat. Kita tentu tidak mau jadi bangsa yang biadab. Bukannya berterima kasih atas pengabdian mereka, kini malah mau memenjarakan mereka dengan tuduhan yang mengada-ada.
Para pekerja medis, terutama mereka yang menangani Covid-19 merasa trauma. Masa depan mereka terancam. Mereka takut jika kasus yang sama ditimpakan pada mereka lain waktu. Padahal mereka bekerja demi kemanusiaan dengan risiko yang sangat besar.
Kami inisiator Gerakan Merawat Akal Sehat Menolak Kriminalisasi Petugas Medis MENUNTUT agar: