Lihat ke Halaman Asli

Agustinus Nicolaus Yokit

Bukan seorang Pujangga dan Bukan seorang Filsuf

Berat Badan Naik Karena Jarang Bergerak, Justru Melawan Eksistensi Manusia

Diperbarui: 11 September 2021   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Manusia adalah makhluk hidup  yang selalu "bergerak". Pergerakkan atau gerak yang terjadi pada manusia, menandakan bahwa manusia itu "masih" hidup. 

Bahkan ketika ia tertidur pun, ia tetap bergerak! Sejak kelahirannya ke dunia dan di dalam pertumbuhkembangannya, manusia selalu mengalami bahwa ia harus bergerak. 

Bahkan "diam" pun adalah sebuah gerakan. Gerakan bahwa ia tidak bergerak. Karena sebelumnya ia awali dengan sebuah gerakan! 

Di dalam sejarah peradaban manusia Indonesia, nenek moyang kita selalu bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain demi kelangsungan kehidupannya. Hal ini menunjukkan bahwa dari awal sejarahnya, kita sudah dibentuk menjadi pribadi yang selalu memiliki mobilitas yang tinggi. 

Namun, menjadi suatu keprihatinan bahwa zaman sekarang manusia menjadi malas untuk bergerak. Mengapa demikian? Karena kita telah dibanjiri dengan segala kemudahan. 

Semuanya sudah ada di tangan kita (bdk. perkembangan teknologi). Apa-apa kita tinggal browsing di internet atau bahkan pesan melalui smatphone kita. 

Kebanyakkan manusia zaman sekarang (saya tidak bermaksud untuk menghakimi orang zaman), lebih cenderung untuk tinggal di tempat bahkan malas untuk melakukan aktivitas yang ekstra bahkan berat. 

Ada berbagai penelitian yang merujuk pada penurunnya tingkat pergerakkan manusia. Bahkan banyak kasus kematian yang disebabkan oleh penumpukkan lemak yang berlebihan oleh beberapa orang. 

Lihat saja, anak-anak kecil atau anak-anak muda yang kecanduan "game online". Mereka lebih memilih untuk menghabiskan waktunya untuk berada di depan laptop, komputer, atau pun smartphone mereka untuk "mabar" (main bareng) dengan orang-orang lain dalam suatu permainan tertentu. Di sini, saya sebut contohnya Free Fire, PUBG, dan Mobile Legend. 

Saya menyebut games tersebut, bukan berarti menyudutkan pihak game yang ada, tetapi saya lebih berfokus pada sikap dari manusia yang hadir di situ. Bukan berarti bermain game adalah hal yang buruk. 

Tetapi bagaimana manusia yang hadir di hadapan game (benda mati) perlu mengatur pola hidup dengan baik sebagai makhluk hidup. Jangan sampai manusia yang adalah makhluk  hidup itu dimatikan kreativitasnya oleh game yang ada di smartphone (benda mati).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline