Sebagai mahasiswa semester 5 akhir yang telah memasuki pekan UAS, salah satu tugas yang diberikan oleh dosen adalah menonton teater kemudian membuat review dari pementasan tersebut. Tanpa banyak nego soal tugas hari itu, kita semua (red: kelasan) 'menyanggupi' tugas tersebut. Padahal aslinya sangat-sangat mengelus dada. Tapi, ya, suka tidak suka, namanya tugas tetap harus di selesaikan. Berpetualang lah saya mencari jadwal pementasan teater terdekat. Sebagai mahasiswi yang rumahnya cukup jauh dari kampus, saya betul-betul berjuang (red: tersiksa) untuk mencari pementasan teater. Apalagi dengan waktu yang bisa dibilang mepet, pementasan teater yang jadwalnya paling dekat saja lokasinya lebih dekat dengan kampus. Lemaslah saya mengingat saya tidak bisa jika harus menonton teater di malam hari yang jaraknya lumayan jauh, bisa-bisa nggak pulang karena ketinggalan kereta.
Tanpa mau patah semangat, saya cobalah untuk mencari di website loket.com, pikir saya karena disana gudangnya event, pasti ada 1-2 pementasan teater di Jakarta yang dekat lokasi dan jadwalnya. Kurang lebih setengah jam berselancar, mata saya tertuju pada satu pementasan opera yang langsung membuat saya sukses menganga selama beberapa detik. Bagaimana tidak? saya menemukan satu pementasan opera berlatar sejarah kerajaan favorit saya, Majapahit, dengan tokoh utama yang juga menjadi ibu suri raja-raja majapahit selanjutnya, Gayatri. Tanpa berlama-lama, langsung saya klik event tersebut dengan kecepatan yang kurang lebih sama dengan saya ketika mendapat chat dari gebetan. Saat melihat harga tiketnya, jujur saya menelan ludah. Harga tiket paling murah dibanderol Rp. 150.000, itupun ada di lantai 3. Sementara untuk kelas VVIP, dibanderol dengan harga kurang lebih Rp. 1.000.000-an. Ya wajar saja, sih. Mengingat di deskripsinya tertera bahwa opera ini telah dipentaskan di Edinburgh Festival Fringe pada tahun 2021 yang merupakan festival seni terbesar yang diadakan setiap tahun pada bulan Agustus dan berlokasi di Edinburgh, ibukota Skotlandia.
Dengan segera, saya pun memesan tiket yang paling murah (yang di akhir artikel saya menyesalinya) melalui loket.com dan membayar dengan m-banking. Saya sengaja memilih tempat duduk di tengah agar bisa melihat keseluruhan teater untuk tugas review saya nantinya. Sebagai informasi, pementasan opera Majapahit Gayatri Sri Rajapatni diadakan dua sesi, siang dan malam. Saya pun memilih sesi malam karena siangnya saya masih bekerja. Tepat pada 8 Oktober 2022, hari yang saya tunggu tiba juga. Ini pertama kalinya saya menonton teater selama saya hidup di bumi. Saya betul-betul excited sekali karena menjadi bagian yang ikut mendukung pementasan ini sebagai bentuk merawat sejarah. Apalagi, opera Majapahit Gayatri Sri Rajapatni ini diadaptasi dari kitab Kakawin Nagarakretagama, sebuah puji-pujian yang ditulis Mpu Prapanca (bukan nama asli) bagi keluarga wangsa Rajasa.
Setelah waktu bekerja saya selesai, saya pun bergegas untuk memesan ojol dan minta diantar ke stasiun karena akan menggunakan KRL. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 1 jam. Tibalah saya di Taman Ismail Marzuki, yang mana itu pertama kalinya juga bagi saya mengunjungi tempat itu. Sesaat setelah sampai di Teater Besar, tempat pementasan diadakan, saya sudah melihat orang-orang yang juga akan menonton opera tersebut. Dari yang saya lihat, mereka kebanyakan berasal dari keluarga, sahabat, atau kerabat dari para aktor/aktris, maupun tim yang bertugas pada opera tersebut. Karena tiket saya masuk kelas tiket paling murah, saya pun diarahkan oleh satpam untuk naik ke lantai 3 menggunakan lift. Inilah momen dimana saya menyesal membeli tiket kelas 3 karena betul-betul sejauh itu pandangan saya ke arah panggung, mana pakai kacamata lagi. Tapi itu bukan bagian yang bikin saya merasa nelangsa setengah mati, melainkan baru awal.
Saat pementasan dimulai, saya seperti merasakan atmosfer zaman dahulu. Pementasan Opera Majapahit Gayatri Sri Rajapatni menggunakam dua bahasa, yang pertama bahasa Jawa Kuna dan yang kedua bahasa Indonesia. Sepanjang pementasan, bahasa full menggunakan bahasa Jawa Kuna, inilah bagian dimana saya merasa nelangsa karena subtitle bahasa Indonesia tidak kelihatan sama sekali dari tempat duduk saya. Tapi untungnya, saya sedikit mengerti jalannya cerita karena mengetahui bagaimana sejarah kerajaan Majapahit.
Itulah pengalaman saya pertama kalinya menonton teater, dari 1-10, saya memberi nilai 9 untuk pementasan tersebut. Saya benar-benar terhipnotis dengan tata panggung, akting pemain, atmosfer yang membawa saya seperti merasakan masa kerajaan zaman dahulu, tata musik, juga lighting yang mengesankan. Saya sempat melihat di akun Instagram @gytr.art, bahwa mereka akan melakukan pementasan kembali dengan membawakan tokoh Gitarja, salah satu anak dari Putri Gayatri, yang nantinya akan berjudul Gitarja: Sang Sri Tribhuana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H