Lihat ke Halaman Asli

Tengah Gelap Tengah Terang (Stasiun Kereta)

Diperbarui: 26 Agustus 2020   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Baru beberapa hari aku masuk kerja hujan sudah mulai memasuki musimnya. Awalnya, aku terbiasa jalan kaki dari tempat kerja menuju stasiun kereta, begitu pun sebaliknya. 

Namun tepat pada hari itu saat jam pulang kerja, cuaca tidak mendukung kalau harus berjalan kaki, kuputuskan untuk naik angkutan umum ke stasiun kereta. Sayangnya, aku belum begitu paham jika harus naik angkot karena tujuan ke stasiun kereta akan berbeda dari biasanya. Akhirnya, hanya mengandalkan keberanian dan sedikit apa yang aku tahu, aku tetap pulang naik angkot menuju stasiun kereta.

Saat di dalam angkot, penumpang satu per satu makin banyak yang naik, alhasil penuhlah angkot itu dengan posisi duduk yang semakin rapat hingga hampir menutupi kaca mobil, ditambah lagi gerimis yang membuat pemandangan luar semakin gelap. Dalam hati sempat khawatir, kalau-kalau sampai terlewat.

Mataku panjang dan tak pernah berhenti memperhatikan jalan. Ah, bodoh banget kalau sampai enggak tahu mesti turun di mana, pikirku. Jalan sangat macet, laju angkot menjadi lambat, memberiku sedikit celah untuk memantau. Rupanya, ada perempatan dan lampu merah yang bikin jalan tersendat.

Begitu jalan sudah mulai lancar kembali, dadaku mulai berdebar juga. Angkot semakin kencang memelesat seolah terbebas dari kekangan. Semakin jauh, semakin takut. 

Dalam jarak pandang secepat itu, mataku kewalahan juga. Tibalah mobil berbelok ke kanan dan melewati lampu merah di perempatan kedua. Aku mulai gerah, sebab dari yang aku tahu tidak perlu berbelok dan menemui perempatan lagi. Dari situ aku sadar, aku sudah tersasar!

Bertambah paniklah aku. Aku harus turun segera, hanya itu yang ada di pikiranku. Saat mobil melintas menjauh dari lampu merah dan dari batas larangan berhenti, aku ketuk langit-langit mobil sebagai tanda bahwa penumpang ingin turun.

Mobil menepi dan berhenti. Segera aku bangkit dari tempat duduk dan berusaha jalan dengan tertib karena penumpang masih padat, sedang posisi dudukku berada di paling belakang. Setelah turun dan membayar ongkos, angkot kembali melaju. Tinggallah aku termangu menatap sekeliling dan berjalan kaki berbalik arah menuju perempatan lampu merah.

Di samping kiriku, hanya ada jalur kendaraan satu arah, di seberangnya terhalang karena tertutup gedung dan pagar pembatas jalan. Sesampainya di perempatan lampu merah, aku memberhentikan langkah seorang lelaki paruh baya yang sedang melintas di sampingku.

"Maaf, Pak. Saya mau tanya. Kalau stasiun kereta Jakarta Kota, sebelah mana, ya?"

Dengan cepat si bapak itu mengulurkan tangannya menunjuk ke arah samping kiri dari posisi kami berdiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline