Lihat ke Halaman Asli

Sehat Tidak Butuh Obat tapi...

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dunia medis adalah dunia yang tidak pernah ada habisnya, bagaimana tidak medis selalu dikaitkan dengan masyarakat luas. Bagaimana menjaga kesehatan seseorang baik dalam individu maupun masyarakat komunal. Kesehatan adalah “barang” mahal sehingga apabila tidak dijaga itu akan berdampak buruk bagi setiap orang. Di satu sisi kesehatan juga merupakan sebuah lahan usaha yang tidak ada matinya, bayangkan setiap hari selalu ada orang yang berobat kerumah sakit ataupun membeli obat di apotek yang tak lain adalah untuk mencegah penyakit yang telah dideritanya.

Berbicara kesehatan, tentu berbicara sehat dan penyakit, dokter dan pasien sehingga harus ada jurang yang memisahkan kedua dikotomi tersebut. Seperti dokter dan pasien misalnya, tugas seorang dokter adalah merawat serta memberikan resep bahkan solusi kepada pasien agar tidak terhindar dari penyakit yang dideritanya selama ini. Tetapi memberikan obat serta vaksin ternyata tidaklah cukup untuk membuat pasien itu sembuh, melainkan pasien juga butuh dukungan dari dokter yang menanganinya agar pasien tersebut bisa sembuh secara psikis maupun fisik.

Pernah terjadi kasus yang sempat menghebohkan Negara ini beberapa tahun lalu, yaitu terjadinya mal praktek yang menyebabkan beberapa pasien tidak sembuh bahkan harus meregang nyawa dikarenakan kesalahan dokter yang memberikan resep. Disini dapat kita lihat bahwa dokter hanya sekedar memberikan resep tanpa melalui analisa tertentu sehingga berdampak buruk terhadap pasien. Selain kasus malpraktek, pelayanan orang-orang dirumah sakit juga menjadi faktor bagi pasien. Bisa kita ambil contoh Prita Mulyasari yang beberapa tahun lalu sempat menghebohkan dirinya beserta rumah sakit OMNI karena testimoninya di sebuah jejaring sosial.

Dari dua contoh kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi dari komunikasi sangat berperan penting terhadap kesembuhan seorang pasien. Tidak hanya harus disuntik dan diberikan vaksin tertentu, seorang pasien juga butuh komunikasi dan motivasi dari seorang dokter dan perawatnya agar bisa sembuh dari penyakit yang didertanya. Karena yang sakit bukan hanya fisik melainkan juga psikis juga terganggu. Untuk itu dibutuhkan beberapa trik dalam menyembuhkan pasien sehingga dokter tidak asal memberikan resep agar pasien segera sembuh.

Saya punya sedikit kasus yang pernah dialami, dan saya yakin bahwa orang-orang juga pernah mengalami kasus yang sama. Seperti ini, saya sewaktu dibangku sekolah pernah menderita suatu penyakit yang tidak begitu parah, namun karena beberapa kekhawatiran akhirnya saya memutuskan untuk pergi berobat kerumah sakit / dokter praktek. Ketika sampai di rumah sakit yang dimaksud, saya diwajibkan untuk mengurus beberapa persyaratan administrasi dan harus mengantri karena banyak pasien yang telah mendahului saya. Ketika giliran saya tiba untuk diperiksa, akhirnya saya masuk kedalam ruangan dokter. Disitu saya ditanyakan keluhannya apa, akhirnya saya member tahukan keluhan yang saya rasakan selama ini. Tanpa basa basi si dokter langsung memeriksa saya, kemudian memberikan beberapa macam resep yang harus saya tebus di apotek. Yang menjadi pertanyaan saya adalah apa nama resep yang diberikan dokter tadi ?? saya rasa ini adalah pertanyaan yang sangat konyol, namun ini sangat berarti bagi saya. Dari sini dapat kita ambil sebuah pelajaran bahwa transparansi dalam memberikan resep ternyata juga berkaitan dengan pasien. Artinya dokter juga harus bisa menuliskan resep yang kita butuhkan dengan tulisan yang mungkin bisa dibaca pasien, bukan dengan tulisan latin yang agak sulit dibaca oleh pasien yang masih awam. Mungkin kalau pasiennya juga orang kedokteran masih bisa dibaca. Tapi bagaimana jika pasiennya adalah orang awam ?

Tahun 1978, WHO membuat kesepakatan mengenai pelayanan kesehatan primer( primary health care ) yang mencakup 8 unsur pokok bidang kesehatan :(1) penyuluhan kesehatan (2) gizi (3) sanitasi dasar dan air bersih (4) KIA (5) imunisasi terhadap 6 penyakit utama (6)pencegahan dan pengelolaan penyakit endemik (7) pengobatan penyakit yang umum di jumpai (8) tersedianya obat esensial.

Dari sini dapat kita ambil benang merah dari beberapa kasus diatas, peran komunikasi khususnya komunikasi interpersonal yang ternyata sangat penting bagi perkembangan pasien. Komunikasi interpersonal seperti yang dikatakan Deddy Mulyana (2000, p. 73), adalah sarana untuk terus men-support pasien yang sedang terkulai lemas diruangan rumah sakit. Sementara dalam pembagiannya Muhammad (2000, p. 159-160) meng-klasfikasikan komunikasi interpersonal menjadi 4 bagian diantaranya (1) Interaksi intim termasuk komunikasi di antara teman baik, anggota famili, dan orang-orang yang sudah mempunyai ikatan emosional yang kuat. (2) Percakapan sosial adalah interaksi untuk menyenangkan seseorang secara sederhana. Tipe komunikasi tatap muka penting bagi pengembangan hubungan informal dalam organisasi. Misalnya dua orang atau lebih bersama-sama dan berbicara tentang perhatian, minat di luar organisasi seperti isu politik, teknologi dan lain sebagainya. (3) Interogasi atau pemeriksaan adalah interaksi antara seseorang yang ada dalam kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi dari yang lain. Misalnya seorang karyawan dituduh mengambil barang-barang organisasi maka atasannya akan menginterogasinya untuk mengetahui kebenarannya. (4) Wawancara adalah salah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua orang terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab. Misalnya atasan yang mewawancarai bawahannya untuk mencari informasi mengenai suatu pekerjaannya. Klasifikasi tersebut bertujuan agar munculnya sikap keterbukaan antar dokter dan pasien. Men-support berarti bukan hanya sekedar memberikan obat, jarum suntik dll, melainkan juga memberikan motivasi kepada pasien agar pasien bisa kembali semangat dan bertekad  untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya. Karena yang dibutuhkan pasien adalah ketenangan, bahkan adanya obat ditujukan agar pasien tersebut memperoleh ketenangan pada tingkat tinggi yang pada prakteknya dianggap sebagai obat untuk sembuh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline