Lihat ke Halaman Asli

Gustaaf Kusno

TERVERIFIKASI

Mengenang Penyakit Jadul alias Penyakit Orang Miskin

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13744289961138223102

[caption id="attachment_276594" align="aligncenter" width="623" caption="Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)"][/caption] Waktu belajar di Sekolah Dasar di tahun 1960an, ada nama-nama penyakit yang sampai sekarang masih saya ingat. Nama-nama penyakit tersebut antara lain: beri-beri, scorbut, pellagra, trachoma dan xerophalmia. Metoda pengajaran masa itu memang ’menghapal mati’, sehingga kami tak pernah mengenal lebih jauh latar belakang penyakit-penyakit ini. Dalam buku pelajaran hanya disebutkan ’beri-beri karena kekurangan vitamin B, scorbut karena kekurangan vitamin C, pellagra karena kekurangan vitamin B3, trachoma adalah penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan, xerophtalmia karena kekurangan vitamin A dapat menyebabkan rabun ayam'. Saya yakin, pada pelajaran SD masa kini, nama-nama penyakit ini tidak disebut lagi, karena nyaris tak eksis lagi di dunia. Generasi muda masa kini pasti kebingungan kalau disuruh menjelaskan apa dan bagaimana penyakit-penyakit ini. Padahal pada masa sebelum ditemukan penyebab penyakit ini, jutaan manusia meninggal dan mengalami kecacatan karenanya. Kita mulai mengenang dengan penyakit beri-beri. Saya masih mengingat ajaran ayah saya untuk mengetes apakah kita kena beri-beri atau tidak. Yaitu dengan menekan kulit paha dengan ujung jari dan kemudian dilepas. Kalau kulit bekas tekanan itu tetap ’cekung’ dan tak kembali mulus, maka itu gejala beri-beri. Dari ibu saya, saya mendapat pengetahuan bahwa beri-beri disebabkan karena nasi dari beras yang dihilangkan kulit arinya (beras slip) sehingga vitamin B1-nya hilang. Penyakit beri-beri ini mengakibatkan berat badan turun drastis, gangguan syaraf, lemah dan lesu, pembengkakan tungkai bawah, sesak napas, gangguan denyut jantung dan tak jarang menimbulkan kematian karena gagal jantung. Di negara-negara Asia, di mana makanan pokoknya adalah beras, banyak sekali penduduknya yang terjangkit beri-beri ini. Di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) begitu banyak orang yang terkena beri-beri, sehingga pemerintah mendatangkan seorang dokter peneliti berkebangsaan Belanda, Christiaan Eijkman untuk mencari tahu penyebabnya. Eijkman meneliti kemungkinan adanya zat beracun atau bakteri pada makanan pokok (staple food), sebelum pada akhirnya berhasil menemukan biang penyebab beri-beri ini yaitu kekurangan vitamin B1 (thiamine). Untuk kecemerlangan penemuan ini, Eijkman mendapat hadiah Nobel pada tahun 1929. Penyakit yang misterius ini, setelah diketahui penyebabnya, dengan mudah dapat diobati dengan menelan pil vitamin B1 atau disuntik vitamin B1. Dalam hitungan jam saja, gejala beri-beri ini sudah akan hilang. Penyakit skorbut juga mengalami sejarah panjang sebelum akhirnya diketahui disebabkan karena kekurangan vitamin C. Penyakit ini terutama menimpa para pelaut yang berbulan-bulan berada di kapal dan tidak mendapat asupan buah-buahan, khususnya jeruk citrun. Gejala skorbut adalah letih dan lesu (malaise and lethargy), sesak nafas, nyeri tulang, kulit menjadi kasar dan mudah memar (bruising) dan gusi bengkak serta gigi goyang. Bila menjadi parah penderita akan tewas. Diperkirakan antara tahun 1500 hingga 1800, tak kurang dari dua juta pelaut tewas karena skorbut (atau scurvy dalam bahasa Inggris). Pada pelayaran Vasco da Gama tahun 1499, dari 170 anak buah kapal, 116 meninggal karena skorbut, dan pada pelayaran Magellan tahun 1520, dari 230 ABK, 208 tewas karena skorbut ini. Seorang dokter dari VOC bernama John Woodall, pada tahun 1614 membuat buku panduan bagi para pelaut agar terhindar dari skorbut ini yaitu dengan memakan buah-buahan jeruk, limau atau buah asem (oranges, lemons, limes and tamarinds). Penyakit pellagra di abad silam juga sangat banyak menjangkiti kelompok miskin. Penyakit ini banyak dialami penduduk yang makanan pokoknya jagung, termasuk dahulu di pulau Madura. Jagung yang diproses menjadi tepung jagung (maize) memang harus diberi tambahan zat vitamin B3 (nistatin) yang disebut dengan ‘nixtamalization’. Gejala penyakit pellagra ini terkenal dengan sebutan 4D yaitu ‘diarrhea, dermatitis, dementia, death’ (diare, sakit kulit, hilang ingatan, kematian). Yang mencolok kulit menjadi kemerahan, bersisik, mengelupas, terutama pada bagian yang tak terlindung dari sinar matahari. Penampilan kulitnya seperti pada penderita lepra (kusta), sehingga pada abad 18 disebut dengan ‘Asturian leprosy’. Istilah ‘pellagra’ diambil dari nama Italia yaitu pelle agra (pelle = kulit; agra = asam). Penyakit trachoma dahulu terkenal banyak menjangkit pada masyarakat Jawa dan Madura. Penyebabnya adalah sejenis bakteri Chlamidia trachomatis. Bakteri ini menyebabkan penebalan/pengasaran (roughening) dari kelopak mata bagian dalam. Bilamana tak diobati, maka bulu mata akan ‘tenggelam’ ke dalam bola mata (trichiasis). Kondisi pergesekan yang terus menerus ini akan menyebabkan kornea mata keruh dan menjadi jaringan parut (scarring) dan akhirnya kebutaan. Prevalensi penyakit trachoma ini banyak dialami orang miskin yang kurang menjaga kebersihan wajahnya, khususnya pada anak-anak yang wajahnya sering dirubungi lalat (lalat adalah salah satu perantara penyebaran kuman), sering mengucak-ucak mata yang gatal. Dalam koran jadul berbahasa Belanda, Madura sering disebutkan sebagai daerah endemis penyakit trachoma. Dengan kesadaran higienis masyarakat, penyakit ini nyaris sudah hampir lenyap dari muka bumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline