Lihat ke Halaman Asli

Gustaaf Kusno

TERVERIFIKASI

Bagaimana Pendapat Anda Tentang Istilah "Item"?

Diperbarui: 4 April 2017   17:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Istilah “item” yang dimaksud di sini bukan bahasa pasar dari “hitam”, melainkan kata Inggris item yang dewasa ini cukup sering dipakai dalam wacana kita. Inilah salah satu contoh pemakaian kata item pada berita yang ditulis di suratkabar Kompas: [Dari pelacakan aset yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi ditemukan sedikitnya 150 item aset milik Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi.] Dan juga kalimat berikut ini yang dikutip pada hari yang berbeda: [Menurut Abraham, hasil perhitungan kerugian negara yang nantinya diterima KPK sudah merupakan perhitungan final yang detail menjabarkan Menurut Abraham, hasil perhitungan kerugian negara yang nantinya diterima KPK sudah merupakan perhitungan final yang detail menjabarkan item per item.].

Bilamana kita pergi berbelanja di mal, maka sering kita jumpai label harga barang yang dijual ini ditulis dengan sekian rupiah/item atau “diskon 20% all item” dan sebagainya. Sesungguhnya kita sudah mempunyai padanan dalam bahasa Indonesia dari kata item ini, antara lain “buah, biji, barang, unit, hal” sedari dahulu. Dahulu orang mengatakan “harga sabun mandi ini lima ribu rupiah per buah” (bukan per item), atau “dia selalu membeli barang yang paling mahal” (bukan item yang paling mahal) atau “ada beberapa hal yang masih perlu dirundingkan (bukan ‘beberapa item yang masih perlu dirundingkan’). Mengapa kini orang lebih suka mengatakan item ketimbang ‘buah, biji, barang, hal”, mungkin Anda adalah salah satunya yang dapat menjawabnya.

Persoalan pemakaian istilah item ini, juga membawa effek samping lain yang cukup “rumit” yaitu cara penyerapannya ke dalam bahasa kita. Seperti kita ketahui pelafalan dari item ini adalah [ai-tem]. Ada dua kata lain yang mirip dalam pelafalan dengan item ini yaitu idol [dibaca: aidel] dan icon [dibaca: aiken]. Karena kita menganut kaidah penyerapan berdasarkan ejaan dan bukan lafal, maka dua kata yang disebutkan tadi diserap menjadi “idola” dan “ikon”. Tak menjadi soal sejauh ini. Namun terhadap item nampaknya tak mungkin kita serap menjadi “item”, karena “item” sudah mempunyai makna tersendiri dalam bahasa pasar yaitu “hitam”.

Analogi yang sama dapat saya kemukakan di sini terhadap istilah chaos yang diserap dalam berita yang saya baca di Kompas beberapa hari berselang menjadi “khaos”. Apa pun gaya penyerapannya, ditulis “kaos” atau “khaos” tetap terasa aneh dan ganjil, karena “kaos” sudah melekat dalam mindset kita sebagai “kaos kaki” atau “kaos oblong”. Lagipula sesungguhnya istilah chaos sudah ada padanannya dalam bahasa kita yaitu “kekacauan, kegaduhan”, sehingga bolehlah dipertanyakan mengapa kita harus mengadopsi istilah chaos ini.

Kembali pada contoh kalimat berita di atas “150 item aset milik Tubagus Chaeri Wardana”, apakah memadai bila kita tulis dengan “150 buah aset milik Tubagus Chaeri Wardana” atau “150 barang aset milik Tubagus Chaeri Wardana”? Apakah frasa luxury item boleh kita padani dengan “barang merah”? Saya mengharapkan pendapat Anda akan pengadopsian istilah item dalam wacana kita ini. Boleh jadi kata-kata kita yang selama ini sudah kita miliki memang tak dapat mewadahi makna intrinsik yang ada pada kata item ini. Silahkan kita diskusikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline