Lihat ke Halaman Asli

Gustaaf Kusno

TERVERIFIKASI

Bahasa Indonesia Bahasa Kelirumologi?

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13492584361159358993

[caption id="attachment_209526" align="aligncenter" width="576" caption="tukar guling (ilust ukmsentral.com)"][/caption] Bagi pencinta berat bahasa Indonesia, janganlah Anda tersinggung dengan judul di atas. Kita santai-santai saja membahasnya, karena semua bahasa di dunia, termasuk bahasa Inggris, tak luput dari kelirumologi ini. Dalam bahasa Inggris ada nama binatang ‘guinea pig’ yang bukan termasuk golongan babi (dia adalah ‘marmut’), ada nama buah ‘grapefruit’ yang bukan termasuk jenis ‘anggur’, ada istilah ‘near miss’ yang maknanya bukan ‘hampir luput’, tapi justru ‘hampir kena’ (misalnya untuk melukiskan orang yang hampir tertubruk mobil atau orang yang hampir terkena tembakan peluru). Jadi karena sudah ‘kadung’ keliru, ya tetap saja dipakai orang sampai sekarang. Persis seperti judul lagu ‘Terlanjur Sayang’nya Memes.

Kita sering mendengar istilah ‘tukar guling’, yang dimaknai dengan pertukaran lahan dan bangunan di suatu lokasi dengan padanannya di lokasi yang berbeda. Namun mengapa ada kata ‘guling’, pasangan dari ‘bantal’? Apakah bangunan ini diibaratkan seperti guling untuk saling dipertukarkan? Ternyata bayangan ‘guling’ dalam benak kita sudah salah kaprah. Istilah ini rupanya menyadur dari bahasa Belanda ‘ruilen’ yang selain bermakna ‘tukar’ juga berkonotasi ‘berguling’. ‘Guling’ dan ‘berguling’ tentu tak sama perwujudannya bukan?

Istilah ‘musik cadas’ sebagai pemadanan dari ‘rock music’ juga termasuk dalam bahasa kelirumologi. Kata ‘rock’ dalam istilah ‘rock music’ ini, sebetulnya bukan mengacu pada ‘batu karang’ atau ‘cadas’, namun pada ‘gerakan bergoyang ke sana kemari’ (to rock). Kita mengenal pula istilah musik ‘rock and roll’ (yang makna harfiahnya ‘bergoyang dan berguling’). Namun karena ‘genre’ musik ini menampilkan karakter irama yang keras bak cadas (bukan yang lembut seperti kapas), maka istilah ‘musik cadas’ pun bisa diterima dalam wacana bahasa kita.

Istilah ‘yang berwajib’ juga menggoda saya untuk memasukkannya dalam kotak kelirumologi. Mengapa ‘yang berwajib’ kita identikkan dengan polisi? Bukankah ‘yang berwajib’ dapat diterapkan pada siapa pun yang memiliki kewajiban sesuai dengan profesinya masing-masing. Kelirumologi yang sama sering juga kita ucapkan berkenaan dengan personil polisi yaitu dengan istilah ‘yang berwenang’. Seolah-olah pamong yang mempunyai kewajiban dan kewenangan hanyalah polisi belaka.

Lantas pernahkah Anda mendengar istilah ‘organ tunggal’? Bahkan ada pula penyebutan ’pemain organ tunggal’. Mengapa ada kata ’tunggal’ di sini? Bukanlah orang sudah mafhum bahwa organ yang dimainkan sudah pasti tunggal? Kalau yang ingin disampaikan di sini adalah ’pertunjukan orkes di mana hanya ada satu alat musik saja yaitu organ’, maka tentunya yang lebih tepat dikatakan adalah ’orkes tunggal’ atau ’orkes solo’. Sama halnya dengan penyebutan ’penyanyi solo’ (solo singer) di mana yang bernyanyi hanyalah satu orang biduan saja.

Istilah salah kaprah yang sering kita ucapkan tanpa disadari kelirumologi-nya adalah ’salah satu’. Dalam bahasa Inggris kita mengatakan dengan ’one of’, misalnya pada frasa ’one of the reasons’ (salah satu alasan). Juga dapat juga dipadankan pada kata ’either’, misalnya pada kalimat Which ones do you want? Either one. (Mana yang kau mau? Salah satu saja). Kita boleh saja menggugat mengapa ada kata ’salah’ di sini? Tak ada sedikit pun kaitan dengan perbuatan ’salah’ atau ’menyimpang’ di sini. Kalau ’one of the men’ boleh kita sadur dengan ’salah satu dari lelaki itu’, seharusnya frasa ’two of the men’ boleh kita katakan dengan dengan ’salah dua dari lelaki itu’. Tetapi faktanya ’salah dua’ tak dikenal dalam wacana kita. Demikian pula dengan istilah ’pukul rata’ yang bermakna ’kira-kira’. Kalau kita boleh sedikit berkhayal mendengar kata ’pukul rata’, maka akan terbayang buah emping yang dipukul-pukul di atas talenan kayu hingga menjadi rata (gepeng).

Apa boleh buat (istilah ini sepertinya juga kelirumologi), setiap bahasa mempunyai keganjilan tersendiri yang tak jarang membuat penutur asing terheran-heran. Mungkin justru di sinilah letak keindahan dan keunikan dari setiap bahasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline