[caption id="attachment_184838" align="aligncenter" width="640" caption="tukang gigi (ilust pierfamily.com)"][/caption]
Genderang perang semakin nyaring ditabuh antara dokter gigi dan tukang gigi akhir-akhir ini. Profesi dokter gigi menginginkan agar tukang gigi segera dicabut ijin usahanya, karena pekerjaannya secara prinsip bertentangan dengan kaidah teknis medis yang benar. Desakan ini diperkuat lagi dengan fakta di lapangan, bahwa tukang gigi bukan saja membuat gigi palsu lepas yang menjadi batasan lingkup kewenangannya, namun juga sudah merambah ke penambalan gigi, pembuatan alat ortodontik (behel/ kawat gigi), pencabutan gigi yang sesungguhnya merupakan domain profesi dokter gigi.
Tukang gigi yang rata-rata sudah menjalankan ’profesi’nya secara turun temurun berkilah bahwa secara legal usaha mereka tidak bertentangan dengan profesi dokter gigi dan lingkup pekerjaan membuat gigi palsu sudah diatur perijinan melalui departemen perdagangan. Fakta yang mengamanatkan bahwa dokter gigi yang berpraktek harus mendapat ijin dari Departemen Kesehatan, sedangkan tukang gigi yang berpraktek mendapat ijin dari Departemen Perdagangan ini juga merupakan ganjalan yang menimbulkan konflik kepentingan.
Melihat kondisi sepintas keberadaan tukang gigi di negeri kita ini, mungkin banyak yang berasumsi bahwa di negara-negara maju pastilah profesi tukang gigi sudah lama punah ditelan zaman. Tukang gigi yang dahulu kala seangkatan dengan pandai besi (blacksmith) pastilah cuma bisa disaksikan pada diorama museum pengobatan zaman beheula. Ternyata asumsi ini cukup meleset. Di negara maju seperti AS, Kanada, Australia dan Inggris sudah ada profesi yang setara dengan tukang gigi yang dinamakan ’denturist’. Sebutan ’denturist’ ini mengacu pada kata ’denture’ yang berarti ’gigi palsu’ atau ’gigi tiruan’. Jadi secara garis besar pekerjaan mereka adalah membuat gigi palsu baik yang sebagian (partial denture) ataupun yang penuh (full denture).
Kalau tukang gigi membuat prothesa (gigi palsu) berdasarkan pengalaman dan tidak pernah mengenyam pendidikan formal, maka denturist memang diatur melalui pendidikan selama dua sampai tiga tahun. Melalui lembaga pendidikan ini calon denturist ini bukan saja dilatih ketrampilan membuat gigi palsu, tetapi juga diajarkan ilmu mikrobiologi, fisiologi, patologi mulut (oral pathology), anatomi leher dan kepala dan lainnya. Setelah mereka lulus maka secara hukum dapat berpraktek secara independen sebagai layaknya dokter gigi. Ini yang membedakan profesi denturist ini dengan profesi tekniker gigi (dental technician) meskipun keduanya sama-sama ’bertugas’ membuat gigi palsu. Seorang tekniker gigi tidak mempunyai lisensi untuk berpraktek, dan hanya bekerja atas pesanan dokter gigi untuk membuat prothesa.
Perjuangan denturist untuk diakui sebagai salah satu profesi kesehatan dimulai pada tahun 1994 di negara bagian Washington melalui usulan Initiative 607. Setelah usulan ini berhasil digolkan, beberapa negara bagian lainnya juga memberi pengakuan legal bagi profesi denturist ini seperti negara bagian Maine, Arizona, Oregon, Colorado dan Montana. Namun di luar negara bagian tersebut di atas, pekerjaan denturist tetap dianggap ilegal. Di Kanada nasib denturist ini lebih baik, karena di seluruh provinsi Kanada profesi denturist ini diakui secara penuh. Kalau di AS lingkup pekerjaan seorang denturist disebutkan antara lain, membuat cetakan gigi (dental impression), membuat gigi palsu, mereparasi gigi palsu yang patah (dental repair), menyesuaikan gigi palsu yang longgar (dental relining), maka di Kanada wewenang profesi mereka ditambah lagi dengan membuat perintah untuk rontgen foto, membuat gigi tiruan implant, membuat pelindung gigi (mouthguard) untuk petinju, membuat pelindung gigi pada waktu tidur (nightguard) untuk penderita bruxisme, dan memberikan jasa pemutihan gigi (tooth whitening). Profesi denturist di Kanada bahkan sudah diakui sejak tahun 1973.
Apakah keuntungan bagi masyarakat dengan adanya profesi denturist ini? Tentunya yang utama dari segi beaya yang jauh lebih terjangkau dibandingkan dokter gigi. Apalagi bilamana dibandingkan dengan dokter gigi spesialis gigi tiruan (prosthodontist). Masyarakat juga mendapat kesempatan memilih (opsi) apakah akan membuat gigi palsu pada seorang dentist atau denturist dengan segala pertimbangan plus dan minusnya. Hanya yang perlu dicermati, janganlah Anda terkecoh dengan dua nama yang sangat mirip ini, dentist dan denturist. Kalau suatu saat di Indonesia juga mengadopsi kebijakan peralihan dari tukang gigi menjadi ’denturis’, janganlah Anda bingung, karena istilah ini tak ada sangkut pautnya dengan kata ’turis’ yang sudah kita kenal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H