Lihat ke Halaman Asli

Gustaaf Kusno

TERVERIFIKASI

Dicari: Penerjemah Kata 'Voucher'

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_221489" align="aligncenter" width="300" caption="(ilust clearcutmedia.tv)"][/caption]

Tidak ada satu hari pun mata kita terbebas dari kata bertuah yang satu ini yakni voucher. Dia terpampang di billboard, di banner raksasa di mal-mal bahkan pada spanduk digital printing di warung-warung kecil pinggiran kota. Dia merambah ke segala pelosok mulai dari kota metropolitan sampai ke desa-desa kecil dan yang mengagumkan semua orang tanpa kecuali sangat mafhum dengan makna voucher ini. Voucher adalah salah satu kata dari bahasa Inggris yang memiliki akhiran –er, yang kini marak merasuk dalam wacana masyarakat luas di negeri kita ini. Seberapa banyakkah kata berakhiran –er ini dan mengapa sebagian besar tidak mempunyai terjemahan (padanan) dalam bahasa Indonesia dapat kita kaji dalam tulisan singkat ini.

Generasi yang lahir tahun 50an mungkin masih bisa mengingat bahwa ’cikal-bakal’ kata serapan bahasa Inggris berakhiran –er antara lain adalah kiper (dari kata keeper) dan skuter (dari kata scooter). Dua kata Inggris ini langsung di Indonesiakan dengan bentuk ejaan sesuai dengan pelafalannya. Ada dua kata lain yang memang serapan dari bahasa asing yaitu bemper dan syokbreker, namun dua kata ini nampaknya bukan diserap pertama kali dari bahasa Inggris, tetapi dari bahasa Belanda, masing-masing aslinya tertulis bumper dan schokbreker. Sekedar untuk diketahui dalam bahasa Inggris kita tidak mengatakan shock breaker, namun kita sebut dengan shock absorber. Sejalan dengan perkembangan zaman, pengaruh bahasa Belanda pun meredup dan sebaliknya pengaruh bahasa Inggris semakin digdaya. Sebagian diserap dengan ejaan sesuai dengan pelafalannya, namun tidak sedikit yang diadopsi ’utuh’ karena memang kata-kata itu ’muskil’ untuk diberi bentuk ejaan Indonesia.

Kita dapat melihat beberapa dari antaranya misalnya wiper, teenager, speaker, hairdresser, sweater, thinner, sprinter, joker, drummer, manager, blazer. Sekali pun beberapa diantaranya dapat mulus di Indonesiakan (misalnya manager menjadi ’manajer’ atau sprinter menjadi ’sprinter’), namun terasa ’mengganjal di mata’ kalau wiper ditulis menjadi ’waiper’atau teenager ditulis menjadi ’tinejer’ misalnya. Jadi alhasil kata-kata ini mau tak mau tetap tertulis persis seperti aslinya dalam bahasa tulisan Indonesia, berhubung istilah-istilah tadi ’tidak berhasil’ dicarikan padanannya yang pas. Hairdresser memang sudah memiliki padanan ’penata rambut’, demikian pula speaker berpadanan dengan ’pengeras suara’, namun masyarakat penggunanya masih condong dan cenderung menggunakan istilah Inggrisnya.

Menapak zaman yang lebih maju lagi, kosakata kita disemarakkan dengan kata-kata detailer, locker, freezer, rice cooker, mixer, blender, toaster, juicer, hair dryer, blower, babysitter, timer, appetizer, container, sticker, rewinder, cracker, repeater dan heater. Adakah dari antara kata-kata ini sudah berhasil diterjemahkan dan sekaligus ’diterima dengan tangan terbuka’ oleh khalayak ramai. Sesunggguhnya ini amanah yang dipanggul oleh lembaga Pusat Bahasa untuk memberikan padanan yang user friendly (yang bermakna ’tepat dan nyaman dipakainya’). Saya mencoba membandingkannya dengan bahasa Malaysia karena kita serumpun dalam bahasa. Untuk blender mereka memberi padanan ’pengisar’, untuk mixer dipadani dengan ’penguli’ sedangkan untuk container dipadani dengan ’kontena’. Namun saya belum tahu apakah istilah-istilah lokal itu benar-benar menggantikan istilah Inggrisnya.

Memasuki abad ke 21 wacana bahasa kita semakin banyak dibanjiri oleh kata-kata berakhiran –er ini dan hampir seluruhnya tidak mampu diberi padanan dalam bahasa Indonesia. Ada lema computer, dispenser, scanner, printer, pointer, cutter, booster, spoiler, teller, presenter, rapper, counter, broker, hacker, browser, blogger, cheerleader, rocker, gamer. Penggunaan istilah-istilah ini memang kadang-kadang diwarnai oleh ’snobisme’ (sok intelek) masyarakat pengucapnya, karena teller sebetulnya dari zaman dahulu sama dan sebangun dengan ’kasir’, demikian pula ’orang modern’ sekarang lebih suka memakai istilah driver daripada kata ’supir’.

Kalau sudah se demikian runyamnya bahasa kita diobok-obok oleh bahasa Inggris adakah diantara anda yang sanggup membalikkan tangan dengan memberi padanan kata voucher? Ini tantangan besar buat kita, kalau kita masih ingin memiliki patriotisme dan nasionalisme yang salah satu diantaranya adalah menjunjung tinggi bahasa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline