Lihat ke Halaman Asli

Gustaaf Kusno

TERVERIFIKASI

Karikatur "Risma di Ujung Tanduk"

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1393832511144968517

Kegaduhan dan gonjang-ganjing (pandemonium) di seputar Wali kota Surabaya Tri Rismaharini yang lebih dikenal dengan Risma, memberi dorongan bagi saya untuk mencoba membuat karikatur tokoh ini yang saya beri judul “Di ujung tanduk”. Seperti pada halnya karikatur dan kartun politik, saya persilakan Anda membuat interpretasi masing-masing atas insinuasi grafis ini. Kiasan “seperti telur di ujung tanduk” biasanya menggambarkan suatu keadaan yang sangat kritis dan sekalipun Ibu Risma nampak tertawa berada di ujung tanduk banteng moncong putih, kita semua deg-degan.

[caption id="attachment_314995" align="aligncenter" width="604" caption="Di Ujung Tanduk (dok pribadi)"][/caption]

Latar belakang karikatur ini adalah tugu Pahlawan yang berada di jantung kota Surabaya. Gambar landmark kota buaya ini pernah dipasang pada logo harian “Surabaya Post” yang saya kira sudah almarhum (tidak terbit lagi). Di waktu saya masih kecil, gambar tugu pahlawan ini sangat berkesan lengkap dengan gambar burung yang sedang terbang di udara. Sayang sekali saya belum berhasil menemukan logo koran “Surabaya Post” yang nostalgik ini di image search.

[caption id="attachment_314996" align="aligncenter" width="618" caption="SBY (dok pribadi)"]

13938326101255732804

[/caption]

Karikatur kedua adalah SBY yang dalam waktu beberapa bulan lagi akan pamitan mungkin ke Pacitan. Lihatlah mobil antiknya sudah di-ontkolen supaya jalannya mulus dan tidak mogok di jalan. Singkatan SBY ini mulai dari zaman kuda gigit besi artinya “Surabaya”, namun semenjak beliau masuk dalam percaturan politik, orang lebih mengenalnya sebagai inisial dari Susilo Bambang Yudhoyono.

[caption id="attachment_314997" align="aligncenter" width="610" caption="Jaya Suprana (dok pribadi)"]

13938326762008151089

[/caption]

Karikatur ketiga adalah Jaya Suprana yang bagi saya berkesan sebagai penggagas Kelirumologi, yaitu ragam bahasa yang salah kaprah namun dipakai orang. Mengilas balik waktu saya kecil dulu, di dekat rumah saya ada kedai jamu cap “Djago” yang menjadi langganan para tukang becak. Saya masih teringat pada kedai ini bertengger patung ayam jago yang sedang berkokok. Para tukang becak yang mampir ke kedai ini selalu memesan jamu yang dicampur dengan kocokan telur ayam mentah. Konon agar stamina menggenjot becak prima. Motonya supaya memiliki “otot kawat balung wesi” seperti Raden Gatotkaca. Berbeda dengan zaman sekarang, mereka tak butuh kaki berotot, karena becak sekarang sudah ditempeli dengan motor. Sedikit “ngelantur” ya bicara soal Jaya Suprana, namun tokoh ini dikenal sebagai pianis handal, karenanya saya ilustrasikan jari-jemarinya menari di atas tuts piano.

Mudah-mudahan ketiga karikatur ini berkenan di hati sahabat Kompasianers sekalian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline