Saya cukup terkejut tatkala membaca sebuah judul pada berita online tribunnews.com yang tertulis “Siswi SMA Dirudapaksa Ayah Kandung dan Paman”. Membaca konten beritanya, tak disangsikan lagi bahwa “dirudapaksa” dimaksudkan “diperkosa”. Saya mengecek pada KBBI edisi kedua lema “rudapaksa” dan bermakna “kekerasan, kekejaman”. Namun ternyata pada KBBI edisi termutakhir definisi “rudapaksa” sudah direvisi menjadi “paksa, perkosa”. Baik pada definisi lama maupun definisi baru tercantum keterangan n Jw yang bermakna kata bersangkutan adalah nomina (kata benda) dan berasal dari bahasa Jawa.
Sudah berpuluh tahun, istilah “rudapaksa” dipakai untuk memadani istilah (medis) “trauma” yang menurut salah satu kamus ekabahasa bermakna any bodily injury or wound (segala macam cedera pada tubuh). Kalau kita menelisik pada Google kata kunci “rudapaksa” maka sebagian besar akan menampilkan paparan tentang trauma patah tulang, trauma benda tumpul dan benda tajam, trauma perdarahan, trauma tulang belakang dan sebagainya. Kalau dikomparasi dengan definisi lama maka sedikit banyak masih ada benang merah antara “trauma” dengan “kekerasan, kekejaman”. Dengan sikap banting setir KBBI yang merevisi definisi “rudapaksa” menjadi “paksa, perkosa”, maka sesungguhnya hal ini membawa konsekuensi yang cukup serius. Saya jadi terpikir, kira-kira ada berapa banyaknya kata-kata yang diubah maknanya oleh KBBI pada edisi terbarunya. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, seyogyanya setiap lema yang direvisi dipermaklumkan kepada pemakai kamus ini.
Namun terus terang saya masih belum “sreg” dengan definisi yang baru ini. Merujuk pada kalimat-kalimat yang saya temukan ternyata “rudapaksa” justru paling “sedikit” dipakai untuk memberi makna “perkosa” tersebut. Hal yang menjadi catatan saya, sekalipun di KBBI dia diberi atribut nomina (kata benda) namun definisi yang diberikan memberi kesan seperti verba (kata kerja): paksa, perkosa. Kalau memang benar-benar “rudapaksa” adalah nomina, tentu seharusnya diberi definisi dengan “pemaksaan, pemerkosaan”. Selanjutnya, perlu dipertanyakan apakah kata benda ini boleh dijadikan menjadi kata kerja seperti pada judul berita di atas: dirudapaksa?
Penelusuran saya pada internet, memberi hasil yang juga masih membingungkan. Ada yang mengonotasikan “rudapaksa” sebagai force majeure, seperti pada kalimat ini: Seseorang tidak dapat dihukum (baca : dimintai pertanggungjawaban) apabila perbuatan yang dilakukannya benar-benar dapat dibuktikan dalam keadaan ruda paksa (force majeure)”. Pada Google Translate “rudapaksa” dipadani dengan involuntary dalam bahasa Inggris dan onwillekeurig dalam bahasa Belanda, yang berarti “tidak dilakukan dengan sukarela”. Tak ada disinggung penyebutan “perkosa” sebagaimana dicantumkan pada KBBI.
Kamus Bahasa Kawi-Indonesia memasukkan lema “ruda pari peksa” dengan makna “memaksa”, demikian pula kamus Sanksekerta-Indonesia yang memasukkan “ruda peksa, ruda pari peksa” dengan makna “memaksa”. Apakah pengertian “memaksa” ini dapat diperluas scope-nya termasuk “memerkosa” di dalamnya? Mengingat beberapa pertimbangan yang saya utarakan di atas, saya pikir Pusat Bahasa perlu memberikan kajian yang komprehensif tentang seluk-beluk istilah “rudapaksa” ini, khususnya adanya keterlanjuran memaknai “rudapaksa” dalam ranah kedokteran sebagai “trauma” tersebut. Jangan sampai kata ini dipakai semata-mata sebagai eufemisme (penghalus istilah) dari “diperkosa”, seperti halnya penggunaan istilah “direkayasa” yang sudah salah kaprah dan tak mungkin diluruskan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H