Lihat ke Halaman Asli

Gustaaf Kusno

TERVERIFIKASI

Istilah "Orde Baru" Mencontoh Slogan Rezim Nazi?

Diperbarui: 18 Juni 2015   06:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1405409079359503501

Pada saat peralihan tampuk pemerintahan dari Soekarno kepada Soeharto, kepada seluruh rakyat dimaklumatkan bahwa kita memasuki era yang diberi nama “Orde Baru”. Semua menyambut dengan gegap gempita nama “Orde Baru” ini. Kalau pada masa ini, saya bertanya kepada Anda apakah makna dari “orde” bisakah Anda menjawabnya dengan tepat? Kata “orde” ini berasal dari bahasa Belanda yang bermakna “ketertiban, kerapian, kedisiplinan”. Sebelum dipopulerkan oleh presiden Soeharto sepengetahuan saya, jarang orang menggunakan kata “orde” ini, apalagi memahami maknanya. Kata “orde” dalam dunia ketentaraan kita cukup sering dipakai mengingat sifat militer yang bernafaskan ketertiban, kerapian dan kedisiplinan. Dan tak mengherankan kalau Soeharto yang berlatar belakang militer memakai istilah “orde” ini.

Ada ungkapan “alles is in orde” yang artinya “semuanya tertata rapi”, “semuanya beres”. Juga di masa Soeharto, masih sering kita mendengar istilah “slagorde” (dari bahasa Belanda slag = tempur, orde = tatanan) yang sekarang mungkin lebih sering disebut dengan “jajaran angkatan bersenjata”. Ibu saya yang masih suka memakai wacana Belanda, selalu menasehati saya supaya selalu “in orde” (tertib dan rapi) dalam semua kegiatan sehari-hari. Kalau saya berpakaian kurang rapi, pasti beliau akan berkata “jouw kleren in orde brengen” (bajumu dirapikan).

Jadi kalau mendengar istilah “orde baru” tentu boleh kita maknai dengan “tatanan baru” yang menggambarkan antitesis dari kondisi sebelumnya yang penuh dengan kekacauan (chaos). Namun mungkin tak banyak di antara kita yang mengetahui bahwasanya istilah “orde baru” ini, sebelumnya sudah dipakai oleh rezim Nazi Jerman pada masa Perang Dunia II. Dalam bahasa Jerman dia dinamakan dengan “neuordnung” (neu = baru, ordnung = orde), dan dalam bahasa Belanda “nieuwe orde”. Neuordnung ini diproklamasikan oleh Adolf Hitler untuk merealisasikan impiannya melebarkan wilayah Jerman yang meliputi negara-negara Eropa lainnya. Oleh karena itu, dalam perang ini satu per satu negara Eropa ditaklukkan dan dicaplok dan kepada rakyat negara yang diduduki dipropagandakan suatu slogan yang kedengaran indah yaitu “tatanan baru”. Di negeri Belanda yang juga diduduki, slogan ini disebut dengan “nieuwe orde”.

[caption id="attachment_333762" align="aligncenter" width="454" caption="Steunpilaar der Nieuwe Orde (Pilar Orde Baru), ilust geheugen.nl"][/caption]

Apakah Soeharto mencontoh semboyan “orde baru” ini dari “nieuwe orde” dari rezim Nazi? Sangat boleh jadi dan situasi politik pada waktu itu belum memungkinkan kita bersikap kritis terhadap pemilihan slogan itu. Pada masa itu, sumber informasi dan referensi yang bisa diperoleh masyarakat sangat terbatas. Segelintir kaum intelek yang mungkin mengetahui bahwa “nieuwe orde” ini menyiratkan fasisme (ideologi memerintah dengan tangan besi dan otoriter) tak berani membuka suara. Bukan sesuatu kebetulan belaka, bahwa “nieuwe orde” dan “orde baru” menorehkan sejarah kelam pada kehidupan manusia. Kalau dipikir-pikir, suatu nama itu sangat sarat dengan takdir (destiny), dan tidaklah seperti yang diucapkan oleh William Shakespeare “what is in a name” (apalah artinya sebuah nama). Setujukah Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline