Lihat ke Halaman Asli

Gustaaf Kusno

TERVERIFIKASI

Kebhinekaan Nama Penganan di Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14179272971929637946

[caption id="attachment_358262" align="aligncenter" width="612" caption="dok pribadi"][/caption]

Kemarin, saya mendapat kiriman kacang dari Bali yang dikemas dalam bungkus hampa udara. Saya baca label yang tertulis pada kemasannya tertulis: Kacang Kapri – Tari Bali (lihat pada foto). Membaca nama ‘kacang kapri” dan melihat ujud fisiknya membuat saya sedikit bingung. Yang terpampang di depan mata saya ini adalah kacang tanah, bukan kacang kapri. Di kota kelahiran saya, Surabaya, kacang kapri merujuk kepada jenis kacang yang di daerah lain dinamakan dengan “kacang bogor”. Namun kebingungan ini belum berhenti sampai di sini, karena di laman Wikipedia, kacang kapri adalah sejenis polong-polongan, yang penampilannya mirip ercis atau buncis namun lebih pendek. Di Palembang, kacang kapri juga merujuk kepada polong-polongan yang biasanya untuk sayur. Setelah saya merantau meninggalkan kota Surabaya selepas lulus SMA, saya perhatikan bahwa orang Surabaya suka “mbalelo” di dalam memberi penamaan jenis-jenis makanan. “Kacang kapri” ini adalah salah satu contohnya.

Contoh lain adalah “keripik gadung” yang diproses dari umbi gadung. Entah bagaimana sejarahnya, di Surabaya, keripik gadung ini dinamakan dengan “keripik kentang”. Waktu saya kecil, saya juga meyakini bahwa keripik yang gurih lezat menggoyang lidah itu terbuat dari kentang. Baru setelah pergi merantau, saya menyadari bahwa ia bukan dari kentang, melainkan dari gadung. Jadi sebutan “keripik kentang” di kota buaya ini sesungguhnya misnomer (salah nama), karena bahan dasarnya sama sekali tidak menggunakan kentang. Tapi sampai sekarang orang Surabaya menyebutnya dengan “keripik kentang”, misalnya bilamana Anda berbelanja di sentra camilan Pasar Genteng. Kalau Anda mengatakan mau beli keripik gadung, mungkin si pelayan toko ini akan bingung menangkap apa yang Anda maksudkan.

Istilah khas lain yang saya yakini cuma ada di Surabaya (atau di seputar Jawa Timur saja) adalah penyebutan “mangga gadung” yang aslinya dihasilkan dari kawasan Probolinggo dan Pasuruan. Di daerah lain, mangga yang manis dan dagingnya bertekstur lembut ini dinamakan dengan “mangga arum manis”. Di kota Palembang, di mana saya sekarang bermukim, mangga arum manis juga dijual di pasar. Namun, saya tidak memakai istilah “mangga gadung” bila berbelanja di pasar tradisional, karena pasti si penjualnya tak akan mengerti. Apa sejarah asal usul penamaan “mangga gadung” di kota Surabaya ini saya pun tak mengetahuinya.

Dari pasar, istri saya suka membelikan bermacam kudapan, salah satunya adalah “apem”. Dulu waktu pertama kalinya melihat ujud “apem” ini saya terperanjat karena tak sesuai dengan bayangan saya, karena kue berbentuk kerucut terbalik, bertekstur lembut dan diberi warna sumba merah jambu (pink) ini di Surabaya dinamakan dengan “kue mangkok”. Penamaan “kue mangkok” ini still makes sense, karena bentuknya mirip mangkok kecil. Di Surabaya, saya juga mengenal kue apem, namun ujudnya sama sekali berbeda dengan kue mangkok.Kue apem surabaya berujud bulat pipih mirip serabi. Sebutan “kue apem” (atau ‘kuih apam’ di Malaysia) ini, nampaknya bukan hanya dipakai di Palembang, tetapi di semua daratan Sumatera. Ada satu lagi nomenklatur kue di Surabaya yang berbeda yaitu “roti kukus” yang belakangan saya sadari ternyata di daerah lain dia dinamai dengan “bolu kukus”.

Saya sampai pada kesimpulan, barangkali di daerah-daerah lain di Indonesia, kue yang serupa memiliki nama yang berbeda. Jadi bukan saja dalam perkara suku, bahasa dan agama kita berbhineka, tetapi dalam urusan kuliner pun kita mempunyai nomenklatur yang beragam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline