Lihat ke Halaman Asli

Capitalism : A Love Story

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1383485200754942316

Capitalism : A Love Story (2009) adalah film dokumenter karya Michael Moore. Moore sebelumnya sudah cukup dikenal karena karya-karyanya yang provokatif penuh kritikan terhadap kebijakan pemerintah Amerika (Farenheit 9/11, Stupid White Men, Sicko). Untuk film-nya kali ini, Moore membahas tentang bagaimana sistem ekonomi kapitalis merusak Amerika sedikit demi sedikit. Alasannya? Karena kapitalis memperbolehkan seseorang mengambil keuntungan yang tidak terbatas. Kapitalis tidak mengenal pemerataan. Kapitalis hanya mengejar laba pribadi. Begitulan masyarakat Amerika diiming-imingi dengan impian dan harapan bahwa semua orang bisa sukses dan kaya raya ... masalahnya tidak mungkin semua orang bisa kaya raya. Captalism : A Love Story (CALS), mengungkit isu yang cukup menggelitik. Diantaranya adalah bagaimana perusahaan2 besar mengambil keuntungan dari kematian para pegawainya. Ya, setiap pegawai diberi asuransi kematian yang ahli waris tunggal-nya adalah perusahaan tempatnya bekerja. Ditambah lagi dengan berbagai inovasi investasi dan keuangan yang pada awalnya akan terlihat menggiurkan, namun pada akhirnya akan menjadi senjata makan tuan bagi mereka yang mengambilnya. Contoh yang disebutkan diantaranya adalah : sistem pegadaian / re-finance. Seorang rakyat biasa akan diyakinkan bahwa ia memiliki harta tak bergerak berupa rumah. Dengan iming-iming konsumerisme yang sebenarnya tidak diperlukan, bank meyakinkan bahwa si pemilik rumah perlu mencairkan harta tak bergeraknya itu. Dengan suku bunga yang naik turun, akhirnya si pemilik tidak sanggup lagi menutup cicilan per bulannya. Akhirnya rumahnya disita. Nasib yang sama menimpa tetangga sebelah rumahnya, lalu tetangganya yang lainnya lagi. Akhirnya semua rumah di daerah itu disita, akhirnya area perumahan itu 'mati'. Penyakit itu menjalar ke area perumahan lain. Akhirnya kota itu jadi kota mati. Begitulah nasib yang menimpa beberapa kota di Amerika, diantaranya yang paling parah adalah : FLINT. Sepanjang film, disajikan pula berbagai fakta tentang sistem kapitalis yang memilukan. Bagaimana para CEO bisa mendapat bonus tahunan hingga jutaan dollar, sementara para buruh bahkan untuk mendapat paket pensiun saja susah. Belum lagi para CEO itu akhirnya menjadi terlalu kaya dan berkuasa, sampai akhirnya mereka  bisa menyusup dalam pemerintahan. Kekuasaan para konglomerat ini begitu besar, sampai pemerintah bisa tunduk pada mereka. WOW! Usai menonton film ini saya jadi sedikit merenung. Ah, apa memang harta dan kekayaan bisa merubah seseorang (jadi jahat dan serakah)? Kalau begitu, saya jadi mikir2 ... apa saya mau ikutan jadi orang kaya? Tapi hey ... siapa sih yang suka hidup susah? Saya sendiri punya cita2 mau travel keliling dunia dan suatu hari nanti tinggal di Singapore / New Zealand ... Nah untuk mewujudkan cita2 itu kan perlu uang yang banyak toh? Saya juga hanya bisa geleng2 kepala melihat rumah2 yang disita. Bukan apa2, toh rumah2 itu akhirnya hanya dibiarkan kosong ... dan rusak. Nah, kalau begitu kenapa tidak dibiarkan saja pemilikinya tetap tinggal disana? Benar-benar kebijakan yang aneh. Yah, saya rasa memang hidup ini tidak adil. Namun apa daya saya? Untuk melawan raksasa, pertama-taman saya juga harus jadi raksasa. Jadi, sepertinya saya sebaiknya mulai membenahi hidup saya sendiri saja ya? Sukur2 kalau suatu saat nanti saya bisa membantu membuat dunia ini jadi tempat yang lebih 'bersahabat' untuk ditinggali:)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline