Lihat ke Halaman Asli

Gus Noy

TERVERIFIKASI

Penganggur

Puisi | Menyandera Hujan dalam Gelas Tuan

Diperbarui: 25 Maret 2018   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tuan paling budiman,
Cuaca ekstrim tidak pernah meleleh
Meliukkan lidah menerabas gigi susu
Bibir hidung pipi jemari belepotan
Mengepot ke mana-mana

Hujan, Tuan
Di luar Talbot Sherman Ishiguro Van Breen Mononobe
Di luar laboratorium Badan Meteorologi dan Geofisika
Di luar lipatan kitab-kitab primbon-primbon
Tidak ada neraca cuaca merinci curah cipratan
Tidak ada rambu-rambu dijagai polisi lalulintas cuaca
Sebab kepala-kepala telah pasrah pada tungku
Melepuh melebur mendidih membubung uap-uap
Menggelembung mendung hingga pecah ketuban

Tuan paling budiman,
Kecepatan cahaya kepayahan mencacah
Curah ciprat hujan mengabai musim
Angin kalang-kabut beringsut ke perut

Tuan hanya punya sebuah gelas
Menyangka hujan kehilangan daya upaya
Menyerahkan diri seutuhnya dalam gelas
Seperti hantu-hantu dijerumuskan dalam botol
Lalu Tuan leluasa menakar setiap tetesnya
Menyangka semua pasti beres

Tuan paling budiman,
Kecepatan cahaya mudah dicacah pakai Einstein
Dalam saringan serat optik sepersekian detik
Tetapi hujan bukanlah cahaya seperti beling
Bermain kuda lumping terguling-guling
Sampai Aristoteles mengidap insomnia kronis

Apakah Tuan tetap mengandalkan gelas
Yakin hujan bisa disandera dan diperhamba
Lalu Tuan kenakan pakaian badut
Seakan hujan memang patut ditertawakan
Dilepas di setiap persimpangan
Di setiap hajatan pesanan kalangan kesepian

Sampai kapan Tuan sanggup mengandalkan gelas
Dalam cecar cerca cuaca kacau memarkir banjir

*******
Panggung Renung -- Balikpapan, 25 Maret 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline