"Menulis tidak cuma butuh kelincahan bermain kata-kata, tetapi juga suasana hati. Di sini tantangan terbesar seorang penulis, mengalahkan diri sendiri untuk tetap lahir tulisan."
--- Yo Sugianto, status Fb, 4 Desember 2015 ---
Sebagian orang sukses sering memberi petuah bahwa salah satu kunci kesuksesan atau keberhasilan adalah disiplin. Disiplin dalam belajar. Disiplin dalam berlalu lintas. Disiplin dalam bekerja. Disiplin menambah ilmu pengetahuan. Disiplin mengamati perkembangan zaman. Disiplin mengembangkan diri. Dan lain-lain, termasuk dalam proses tulis-menulis.
Proses tulis-menulis di sini bukanlah bagi para jurnalis, panitera, sekretaris, atau profesi sejenis yang bernafkah hidup dari hasil karya tulisan. Sebab, semisal awak jurnalis belum puluhan tahun menjalankan profesi itu, pendisiplinan disebabkan oleh tuntutan pekerjaannya. Mungkin kewajiban menyetor berita sebanyak tiga atau lima, semisal kriminal, dalam satu hari.
Bukan pula bagi pelajar atau mahasiswa yang sedang dirundung kewajiban berupa tugas yang dikerjakan dengan menulis, semisal karya ilmiah. Sebab, kedisiplinan melaksanakan tugas pendidikan merupakan kewajiban. Kalau tidak mau mengerjakan tugas, ya, jelas dampaknya pada hasil akhirnya dalam penilaian.
Tulisan ini hanya menyasar pada kalangan yang belum sekian tahun menggeluti hobi tulis-menulis, baik menulis fiksi maupun non-fiksi. Terkait hobi, tentunya, motivasi menulis masih dalam lingkup mengaktualisasikan pemikiran, baik gagasan, wacana, ulasan, tanggapan maupun sekadar wujud sebuah kontempelasi.
Bagi kalangan yang sedang serius menggeluti hobi tulis-menulis, kedisiplinan pun penting. Serius, meski berawal dari hobi atau gemar alias kesenangan, juga harus harus disiplin. Disiplin semacam ini dimulai dari diri sendiri karena hobi satu ini memang menjadi pilihannya, dan termotivasi mengembangkan kapasitas diri dalam komunikasi verbal secara lancar dan semakin berkualitas.
Kedisiplinan itu di antaranya, disiplin membaca, memahami bacaan, menuliskan pemikiran, bertata bahasa, dan menghasilkan tulisan dalam waktu-waktu tertentu. Meskipun sekadar tulisan ringan nan santai, kedisiplinan tetap penting. Meskipun tidak berambisi menjadi penulis hebat dan setiap tulisan berdampak dahsyat, kedisiplinan juga sangat penting.
Disiplin tidak mudah jika kata "disiplin" terjebak dalam pemahaman makna yang sempit seakan-akan disiplin itu kaku, statis, dan monoton, yang secara keseluruhan memperlihatkan suatu kegiatan yang sangat mengekang kebebasan. Kalau disiplin dikonotasikan dengan kaku, statis, dan monoton, ya, selamat bersusah-kesah melulu. Lho mengapa begitu?
Begini. Kegiatan menulis, menggambar, beryanyi, memancing, dan kegiatan lainnya merupakan sebuah pilihan. Setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih, termasuk memilih suatu kegiatan, bukan?
Kebebasan berkaitan erat dengan kesenangan sebab semua orang ingin bebas, dan senang sekali kalau bisa bebas. Kegiatan yang menyenangkan, kata orang, adalah kegemaran atau hobi. Setiap orang memiliki hobi, bukan?