Lihat ke Halaman Asli

Suara Hatiku saat Akhir Perjuangan

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tak dapat hanya sebatas kata-kata indah yang terangkai dalam  sebuah pernyataan
Apalah daya jikalau hati telah terpisah, seperti langit dan bumi.
Hanya mimpi yang menghiasi di tabir jingga
Genangan air mawar, menjadi keruh dan menghitam
embun pagi sirna ditelan rakusnya mentari membutakan mata  hati
gurun sepasir waktu lalu, tlah berubah menjadi laut
Air mata yang sempat hanyut, menderu dikebekuan dada

Kini, secercah cahaya telah terbuka,
Lagi-lagi engkau memberi nasehat
Tak terasa badanmu telah letih, tak terasa sakit yang kau derita
Di bawah teriknya matahari dan mandi keringat yang kau rasakan
Dengan ayunan cangkul tarian sabit yang kau mainkan “Ibu”
Semuanya kau lakukan untuk mencapai mimpi dan khayalan
Anak mu ini

Jarum waktu tergambar dimataku
Langit begitu lebam, Seusai rintik airmata malam
Menyisakan dingin untuk malam dan sepenggal kerinduan
“Abak” aku tau,, kau datang untuk melihat kebahagian anakmu,Memastikan keadaanku
Meskipun hadirmu hanya dalam bentuk klise
Tapi aku tetap merasa kau nyata

Semua sedang berlomba untuk satu tujuan
Bukan mengharap piala atau kemenangan
Ini tentang akhir dan pencapaian.
Aku akan berkata aku bisa , tiap manusia luar biasa
Memang bukan puisi karena ini tugas mahasiswa.
Ada sahabat seperjuangan yang selalu setia menyemangati dalam setiap langkah,
karena kita memiliki mimpi yang sama.

Satu langkah perjuangan telah berhasil kulewati.
Kebahagiaan untuk orang tua dan keluargaku melalui skripsi ini
Aku telah membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika Allah telah berkehendak.
Berbisik aku ucapkan Terimakasih Ya Rabb,
Terimakasih keluarga tercintaku
“ Abak (alm), Ibu, Uda Ipeh,Uwa Jon,Uwe Doni, Akhmal,
Kak Hikmah, Onang Tris, Zhaky dan Zidan”
Terimakasih sahabat ku (Ayur,Fitri, Mila, Lita, Ikhwan dan Hadi)
Ku kan senantiasa mencatat kisahnya dalam elegi dalam persahaban kita
Yang menari diantar dedaunan pagi
Telapak kakiku kan menangis menjadi retakan senja
dipenghujung semesta

Besujud disejadah daunan yang ranggas dosa dan luka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline