Lihat ke Halaman Asli

Gusminto Adi Prayitno

PrasangkaTuhan tergantung prasangka hamba-Nya

Mahabharata: Dimana Tempat Bersarangnya Angin, Nak?

Diperbarui: 30 Agustus 2017   17:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kutinggalkan masa kecilku, maaf ku tak bisa mengunjungimu lagi, tapi kuucapkan terima kasih berkat dirimu aku sampai sekarang mempunyai beratus-ratus kenangan. Sore ini, tau kah kenangan yang tiba-tiba muncul di benakku?  Di sore hari ketika berkumpul dengan para tetangga, bercanda dan mengobrol kesana kemari, keluar candaan tebak pertanyaan yang masih tersimpan di ingatanku, " Ayo ngger, nak kowe pinter, golekono susuhe angin kuwi manggone neng endi '(ayo nak, kalau kamu pintar, dimana tempat bersarangnya angin?)"Jawabku, di pohon, di awan , di lautan, semua terlontar satu demi satu.

Nostalgiaku bersama mu masa kecil, tapi tahu kah kamu? Seberapa lama aku mencari jawaban itu hingga akhirnya ketemu? Tidak tau kapan tepatnya, tetapi yang perlu kamu tahu,  sekarang baru sempat untuk menuliskannya.

Aku lupa siapa orang tua yang memberikan pertanyaan itu, namun yang kugarisbawahi, bahwa ucapan orang-orang dulu penuh dengan isyarat dan makna yang mendalam.

Hingga pada saatnya, aku tersadar kalau semua pertanyaan itu adalah simbolis. Oh...ternyata dalam dunia pewayangan ada kisah Dewa Ruci? Benar, di dalamnya menceritakan sang Bima yang ingin mendapatkan ilmu kesempurnaan. Ia mendapatkan perintah dari gurunya,  jika engkau ingin memiliki ilmu kesempurnaan, maka hal utama yang harus kamu lakukan adalah mencari "kayu gung susuhe angin"yang tempatnya di atas gunung candramuka.

Setelah jatuh bangun mencarinya, akhirnya sang Bima bertemu jua, bahwa 'kayu' yang dalam bahasa jawa artinya 'kajeng ' (kemauan), 'gung' berarti 'gedhe' atau besar, dan 'susuhing angin' (hawa nafsu),merupakan ungkapan yang mempunyai makna  jika seseorang ingin mempunyai cita-cita yang besar, maka ia harus mengendalikan hawa nafsunya.

Dan tidak itu saja, sang guru juga berkata lagi kepada sang Bima, agar kamu lebih menguasai lagi ilmu kesempurnaan, maka menyelamlah ke dasar samudra minang kalbu, guna mencari tirta purwita mehening suci.  Kemudian dalam cerita yang kutahu berangkatlah sang Bima demi perintah gurunya. Akhirnya sang Bima bertemu dengan seorang dewa , yang sebenarnya adalah bayangannya sendiri. Ketika itu sang Bima baru menyadari, bahwa maksud dari perintah gurunya adalah bertanyalah pada lubuk hati yang paling dalam, hati yang bening, hening, tak tertutup oleh dosa dan noda.

Ilmu kesempurnaan merujuk pada bagaimana menjadi manusia yang insan kamil. Dan untuk menguasai ilmu kesempurnaan tersebut, sang bima harus berjuang sendiri. Hal ini ternyata mengisyaratkan bahwa ketika kumendengar obrolan orang tua tempo dulu, mereka bermaksud untuk  memberikan pelajaran tentang mengendalikan hawa nafsu dan membersihkan hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline