Pembahasan tentang Nafs dan Ruh merupakan tema yang selalu menarik untuk dibahas setiap saat. Sering terjadi perdebatan dan perbedaan pendapat yang berbeda satu sama lain. Ada yang mengatakan bahwa keduanya sama, menurut mayoritas ulama. Sementara kelompok lain berpendapat keduanya berbeda. Namun, Allah memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki sebagai petunjuk menuju jalan yang lurus.
A. Mengenai Ruh
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam bukunya "Mukhtasar Ar Ruh" mengutip dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan sesuai kesepakatan para ulama Salaf Ahlus Sunnah. Seperti halnya pendapat Muhammad bin Nasr Al Marwazi, seorang imam yang terkenal pada masanya, bahwa Ruh adalah sesuatu yang diciptakan (makhluk). Dan menolak pendapat yang mengatakan bahwa Ruh Nabi Isa bin Maryam itu abadi. Andai saja ruh itu abadi, maka tentunya manusia dulunya adalah "sesuatu yang bisa disebut".(1).
Hal ini berdasarkan beberapa ayat Al-Qur'an, diantaranya terdapat pada surat Az-Zumar ayat 62 dan surat Al-Insan ayat 1 sebagai berikut:
1). Allaahu khaaliqu kulli syai'iw
Artinya "Tuhan menciptakan segala sesuatu". (Q.S Az-Zumar [39]: 62).
Ayat ini adalah pengucapan umum dan tidak ada spesialisasi (takhshish) apapun di dalamnya. Tetapi dia tidak termasuk dalam sifat-sifat-Nya, karena sifat-sifat-Nya termasuk dalam apa yang disebut dalam nama-Nya.
Dengan demikian dapat diketahui dengan pasti bahwa Ruh bukanlah Tuhan, juga bukan bagian dari sifat-Nya. Namun Roh adalah salah satu ciptaan Tuhan.
2). Minad dahri lam yakun syai'am madzkuuraa
Artinya "Bukankah itu datang kepada manusia pada suatu waktu dari masa lampau, sedangkan dia belum menjadi sesuatu yang dapat disebutkan?!" (QS. Al-Insan 76:1).
Andai saja Ruh itu abadi, maka tentunya manusia sebelumnya adalah sesuatu yang bisa disebut. Roh ditandai dengan kematian, pencabutan, pengabaian, perjuangan dan cedera. Ini semua adalah keadaan keberadaan dan hal-hal yang baru dikuasai.