Dismarta Kota Bekasi bersihkan lumpur pasca banjir, foto;gusdidit
KAWASAN Perumahan Pondok Gede Permai (PGP) hampir setiap tahun terancam banjir kiriman dari Bogor. Warga yang kadung pasrah tidak bisa berbuat apa-apa. Namun, dengan penuh harap mereka menolak untuk direlokasi. Dengan memelas iba mereka meminta solusi, bukan relokasi.
Pemkot Bekasi berencana menyulap kawasan Perumahan Pondok Gede Permai, Jatirasa, Jatiasih, menjadi lahan resapan seperti danau atau sarana rekreasi air. Namun, rencana tersebut langsung ditentang warga. Meski sering menjadi bulan-bulanan banjir dan mau pindah nilai jual rumah sangat murah, warga mengaku sudah pasrah.
Pembenahan tanggul jebol dengan bronjong, foto;gusdidit
Letak geografis perumahan seluas 15 hektar itu berada di daerah penampungan air. Lokasinya menjadi rawan banjir karena dekat dengan aliran Sungai Cikeas yang bertemu dengan Sungai Cileungsi, Bogor. Dua arus sungai itu menyatu di hulu Kali Bekasi, dan langsung menghantam tanggul yang persis di atas Perum PGP. Pastinya, karena pertemuan dua arus sungai itu pasti akan membentuk pusaran air sehingga gampang membuat tanggul jebol.
Sedikitnya 1.200 keluarga tinggal di kawasan perumahan PGP. Sejak dibangun pada medio 1990-an, pemerintah belum pernah menerima pengajuan izin analisis dampak lingkungan dari pengembang perumahan PGP.
Kawasan perumahan di perbatasan Kota Bekasi dengan Kabupaten Bogor itu sebelumnya minim jangkauan dampak lingkungan dari pemerintah. Banjir pun kerap menggenangi wilayah sekitar, terlebih saat banjir besar periode lima tahunan.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, dari melalui peninggian tanggul hingga normalisasi di aliran kali yang berjarak sekitar 1 kilometer dari gerbang perumahan. Namun, upaya itu sia-sia. Peningggian tanggul tidak akan efektif karena air bisa meresap dari tanah. Bahkan jika arus besar, limpasan air tetap menggenangi permukiman warga.
RELOKASI ATAU REHABILITASI
Gotong royong pasca banjir, foto;gusdidit
Rencana relokasi yang ditawarkan ke warga secara terang-terangan sudah ditolak. Untuk membebaskan lahan 15 hektar berikut kompensasinya juga akan memakan biaya besar belum lagi biaya untuk pembangunan waduknya nanti. Kalau permasalahannya hanya anggaran mungkin akan gampang teratasi. Namun, jika warga tetap ngotot menolak dan tetap bertahan, harus dicarikan solusi yang tepat untuk penanggulangan banjir.