Baik kubu pasangan Jokowi -- Ma'ruf Amin dan Prabowo -- Sandi pekan ini resmi sudah memiliki Tim Sukses yang akan saling berlomba memuluskan masing-masing jagoannya menuju kursi Presiden Republik Indonesia periode 2019 -- 2024. Tim pemenangan Jokowi -- Ma'ruf diketuai oleh Erick Thohir, sementara kubu pasangan Prabowo -- Sandi dikomandani Djoko Santoso.
Seiring dengan itu, Minggu (9/9/2019) kemarin, pendukung pasangan Prabowo -- Sandi mendeklarasikan tanda pagar (Tagar) #2019PrabowoPresiden di Bandarlampung. Ini sesuatu yang menyejukkan. KPU dan atau Bawaslu sudah benar menangkap momen ini sebagai dokumentasi persiapan Tim Pendukung dari sebuah Paslon yang tak perlu dipersoalkan.
Menyejukkan. Bahwa sesudah sekian bulan kita disibukkan mengatasi gerakan "Organisasi Tanpa Bentuk" bernama #2019GantiPresiden, pada akhirnya kita sebagai warga bangsa memiliki kesadaran tentang apa yang harus kita lakukan sebagai bagian dari keluarga besar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
#2019GantiPresiden pada awalnya barangkali benar hanyalah yel-yel, refleksi pada keadaan Nasional yang menuntut perubahan. Gerakan itu tentu saja juga sah sebagai manifesto untuk mempengaruhi dukungan massa diera demokrasi sebelum segala sesuatunya terkondisi (belum jelas Paslon yang bakal bertarung).
Yang tidak benar manakala dua pasangan calon sudah ditentukan, tetapi gerakan #2019GantiPresiden tidak hendak juga berhenti. Adalah wajar juga manakala pengampu penjaga stabilitas Nasional kemudian tergerak untuk bertindak menstabilkan situasi dan keadaan.
Pilihan hari ini bagi seluruh masyarakat Indonesia adalah #2019JokowiPresiden atau #2019PrabowoPresiden. Ini harus menjadi sesuatu yang dimaklumatkan secara resmi. Orang boleh mendukung Jokowi karena cinta, dan orang juga bebas mendukung Prabowo atas dasar kecintaan yang sama. Tidak bisa ada Tagar lain.
Negara harus bertindak tegas terhadap segala kemungkinan adanya celah demokrasi yang bisa dimanfaatkan sekelompok orang yang hendak mengiris kepentingan Pilpres 2019 ini. Sebaliknya rakyat juga harus bertindak tegas melindungi dirinya dari serangkaian penyusupan yang berkedok topeng ketidakjelasan.
Kita bukan bangsa yang plin-plan. Suara kita satu untuk kemajuan Indonesia, meskipun kita tidak satu suara dalam memilih cara. Kita menghargai adanya perbedaan, sepanjang perbedaan itu masih ada dalam koridor pilihan, pilih Jokowi atau pilih Prabowo. Pilpres 2019 harus menjadi inspirasi demokrasi bagi generasi mendatang untuk berani tampil secara jantan dalam menyuarakan pilihan.
#2019GantiPresiden, dalam konteksnya Pilpres 2019 hanya menunjukkan kelasnya pecundang yang tidak memiiki kelas argumentasi yang mendasar. Mendukung Prabowo belum tentu, mendukung Jokowi sudah pasti tidak. Apa hebatnya?
Dalam frame penyelenggaraan demokrasi yang lebih luas, motivasi gerakan ini bisa diasumsikan sebagai gerakan merusak sistem. Dan karena merusak sistem, menjadi wajar kalau dianggap makar.
Ia tidak ansich mendukung Prabowo (sebagai lawan Jokowi yang merupakan petahana Presiden), namun ia meletakkan Prabowo sebagai topeng martir (disguise) untuk menyembunyikan kepentingannnya sendiri mengganti sistem tata pemerintahan dari Presidensiil menuju kekuasaan monarki yang tercetak dalam benak kelompok-kelompok itu.