Lihat ke Halaman Asli

Gusblero Free

Penulis Freelance

Ashabul Satpol

Diperbarui: 13 Juni 2016   08:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apakah saya akan marah kepada anjing yang mengganggu anak-anak kita yang sedang pasaran? Tentu saja tidak. Kelakukan anjing ya begitu, bilang saja pada pemiliknya kok anjingmu begitu. Justru keliru kalau kita berharap anjing bisa toleran laiknya manusia pada umumnya. Kecuali mungkin anjingnya Ashabul Kahfi.

Akan tetapi yang demikian juga tidak mudah. Hari ini kita ada di suatu masa, dimana perintah atasan tak ubahnya wahyu yang tidak bisa ditolak. Bahwa kemudian ada orang-orang baik dengan nalar yang mencukupi untuk melakukan tindakan arif, tentu juga satu hal yang patut untuk kita syukuri.

Ini bulan puasa. Dan sangat imposible rasanya kalau sebagai muslim kita tidak memahami repotnya orang mengejar setoran. Anda tidak bisa langsung mengharamkan orang yang menjual nasi pecel di tengah perempatan disiang bolong misalnya. Banyak orang memiliki kecemasan bahkan sudah sampai level sembilan. Disisi lain banyak orang kehilangan kepekaan terhadap apa yang sedang dialami tetangga di lingkungannya sendiri.

Keinginan untuk mencari uang agar bisa menjalani silaturahmi saat lebaran nanti adalah juga keniscayaan euforia yang tak bisa dipungkiri. Belum lagi ongkos pendidikan anak yang sudah antri, juga mendandani mereka dengan pakaian cukup pantas agar tetap percaya diri dalam pergaulan yang kekinian.

Anda, kita semua, mungkin bukan jenis-jenis orang yang setipikal mereka yang termasuk dalam Ashabul Kahfi. Tetapi nalar bersih kita, sepanjang kita mau menggunakan, tentu tak akan tega melakukan tindakan asal-asalan yang semena-mena diri.

Bayangkan jika mereka itu anakmu, temanmu, sahabatmu, ibumu, bapakmu, atau saudara-saudaramu sendiri. Untuk apa kita mengunggulkan sikap saling menyayangi, salaing menghargai, saling memaafkan. Kalau untuk itu semua kita masih memilah kepada siapa kita hendak bertoleransi.

Hari ini saya berpuasa, dan tidak ada urusannya dengan teman-teman lain baik yang beragama Islam atau bukan yang tidak menjalankan puasa. Bahkan apakah Anda mau berpesta gila di depan saya silahkan, saya tetap akan berpuasa. Urusan makan atau makanan itu perkara seupil, derajat puasa lebih tinggi. Tidak punya uang kepingin yang enggak-enggak malah lebih bisa membuat puasa saya batal. Lebih dari itu, saya adalah orang pertama yang harus Anda hadapai jika keinginan mencari nafkah secara baik agar hidup tidak menjadi nista itu dihalang-halangi.

Idza lam tastahi fasna ma syi’ta, jika kau tidak malu, perbuatlah sesuka hatimu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline