Arie Topeng, adalah seorang lelaki biasa. Awalnya dia pernah bekerja sebagai wartawan disebuah daerah. Memang dirinya bukanlah wartawan handal, lulusan sekolah jurnalistik. Dirinya jadi wartawan pada mingguan lokal, lebih karena begitu mudahnya diera sekarang untuk menyandang predikat sebagai juru warta itu. Era kebebasan pers memang menjadi lahan pekerjaan baru bagi banyak orang, karena banyaknya media didaerah.
Situasi itupun Arie Topeng jadikan peluang untuk bisa (katakanlah) berkarier di dunia pers. Tiga tahun dirinya belajar sambil bekerja, dari wawancara kades hingga bupati didaerahnya sudah ia lakoni. Awalnya bagi Arie Topeng semua itu bisa membuatnya bangga, sebab dalam pikirannya kala itu, tidak semua orang bisa menjumpai para pejabat. Bahkan sebelumnya tidak pernah terpikir olehnya.
Setelah berjalannya waktu, Arie Topeng kini sudah tidak lagi menekuni profesi itu. Sebab dalam perjalanan dirinya banyak menemukan praktek-praktek korupsi baik yang nilainya 100 ribu hingga 100 juta, dan itu terkadang menjadi dilema baginya. Mau dia beritakan ada unsur perkawanan, tidak diberitakan ini kejahatan. Simalakamalah jadinya. Seringkali ia mendapati itu, sampai akhirnya dia memilih berhenti jadi wartawan. Sebab dirinya merasa pertentangan batin.
Begitulah sedikit cerita, dari banyak cerita yang tertuang dalam buku "Arie Topeng, Bukan motivator" sebuah buku yang didalmnya berisikan banyak cerita, dari berbagai profesi orang kecil, yang mengandung inspirasi. Buku ini saya tulis berdasarkan wawancara dengan banyak orang dan banyak profesi. Ada keharuan sampai kelucuan tertuang dibuku ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H