Umat muslim di seluruh dunia pasti akan merasa sangat gembira menyambut datangnya bulan suci yang penuh berkah dari Allah SWT. Bulan suci ramadhan selalu hadir setiap tahun dan setiap muslim diwajibkan untuk menunaikan ibadah puasa selama sebulan penuh.
Secara syar'i puasa adalah menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa, mulai dari makan, minum serta hubungan intim dan lain-lain. Tidak hanya itu saja, Secara hakikat puasa memiliki tujuan yang lebih dalam yaitu untuk "Mensucikan Jiwa". Hasil dari Proses pendidikan (Tarbiyah) dan penyucian (Tazkiyah) melalui puasa diharapkan mampu mencapai pada tataran minimal nafsu "Mutmainnah" atau Jiwa Yang Tenang.
Agar proses penyucian jiwa dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka sebelumnya harus memahami dengan benar tentang esensi dan keberadaan jiwa di dalam diri kita. Hal ini dimaksudkan agar tujuan utama menjalankan puasa untuk meningkatkan derajat menjadi orang yang bertaqwa dapat tercapai.
Seperti yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 183, yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa". Taqwa merupakan refleksi dari jiwa yang suci, karena seseorang yang bertaqwa telah mampu menemukan kesadaran atas kewajibannya sebagai hamba Allah yang selalu tunduk pada perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta selalu berbuat kebaikan untuk orang lain, diri sendiri bahkan alam semesta yang didasari rasa kasih sayang tanpa adanya kebencian, dendam, iri dan lain-lain dalam hatinya.
Menyikapi kalimat menyucikan jiwa, maka kita harus mengerti dan mamahami dengan baik terlebih dahulu "apa yang dimaksud dengan jiwa itu sendiri". Dalam bahasa arab "jiwa" adalah Nafs yang ada sejak kita dilahirkan di muka bumi ini. Dalam bahasa psikologi disebut emosi. Sedangkan dalam bahasa sansekerta "Jiwa" diartikan sebagai "benih kehidupan".
Dari beberapa makna jiwa tersebut dapat kita jadikan pedoman dalam melakukan proses Tazkiatun nafs (menyucikan jiwa). Bila jiwa merupakan benih kehidupan maka jiwa akan tumbuh sesuai dengan perlakuan yang kita berikan terhadap jiwa. Perlakuan tersebut berupa input-input baik itu kalimat, sikap dan perilaku yang diterima oleh jiwa melalui respon bawah sadar kita. Dengan akumulasi input-input tersebut maka jiwa akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan input-input yang diterimanya. Dari jiwa akan muncul secara fenotip berupa akhlak atau perilaku.
Jika input-input yang diberikan baik maka jiwa akan baik dan melahirkan akhlaqul karimah (akhlak yang mulia), mengarah pada ketaqwaan, keimanan dan perbuatan-perbuatan yang membawa manfaat bagi kehidupan diri sendiri dan orang lain. Namun jika input-input yang diterima sebaliknya maka jiwa juga akan menjadi kotor yang mengakibatkan perilaku seseorang menjadi kurang baik bahkan menjadi kejam dan merusak yang banyak merugikan orang lain, diri sendiri dan alam semesta.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam perjalanan kehidupan, kita semua pasti pernah mengalami beberapa hal yang bersifat negatif dan juga positif yang menjadi sedimentasi dosa dan pahala pada diri kita.
Untuk menyucikan dosa-dosa tersebut, dengan Kasih sayang-Nya Allah memberikan kesempatan kepada kita berupa perintah untuk melakukan puasa wajib di bulan ramadhan selama satu bulan penuh. Kita yang telah mengetahui dan memahami tentang hakikat jiwa serta proses tazkiatun nafs, maka dalam menyambut dan menjalankan perintah Allah ini kita wajib menjalankan puasa dengan penuh kesadaran, baik pikiran maupun jiwa agar ibadah puasa kita benar-benar diterima oleh Allah SWT.
Dalam menjalankan puasa hal penting yang harus kita sadari adalah "hal-hal negatif apa yang ada dalam diri kita yang harus kita sucikan ?", misalnya kita penuh kebencian dengan kehidupan atau terhadap orang lain, dengan menjalankan puasa diharapkan sifat benci yang ada dalam diri kita bisa keluar dari tubuh kita. Sehingga setelah idul fitri jiwa kita tidak lagi penuh kebencian melainkan penuh kasih sayang dengan memaafkan segala kesalahan yang pernah kita lakukan maupun yang pernah orang lain lakukan kepada kita.
Hal lain yang juga merupakan salah satu indikator yang bisa dikenali dari tercapainya hakikat puasa selama ramadhan adalah meningkatnya perilaku baik kita yang mengarahkan pada peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.