Lihat ke Halaman Asli

Sholahuddin

Pekerja Media

Ramadan, Saatnya Berhenti Puasa Menulis

Diperbarui: 15 April 2021   21:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Menulis sudah saya nobatkan sebagai bagian dari hidup saya. Meski saya akui karya tulis saya belum bisa membanggakan diri saya. Tapi saya akan terus berikhtiar agar bisa menghasilkan karya yang bermakna baik bagi saya sendiri maupun orang lain.

Bagi saya, menulis adalah bagian dari cara untuk menebarkan kebajikan dan pencerahan kepada orang lain. Kalau kata para ustaz, menulis adalah jalan dakwah bil qalam atau menebarkan kebaikan dan kebenaran melalui pena atau tulisan. 

Dalam ajaran agama Islam yang saya yakini, menyampaikan dakwah menjadi kewajiban setiap manusia. Penyebaran kebenaran ini bisa dilakukan dengan banyak cara sesuai pilihan dan kemampuan masing-masing orang.

Ada yang dilakukan dengan berceramah (dakwah bil lisan), dengan melakukan aksi-aksi menebarkan kebaikan langsung di masyarakat (dakwah bil hal), ada pula dakwah dengan menghasilkan karya-karya tulis bermutu (dakwah bil qalam) serta model-model dakwah lainnya.  

Dari berbagai pilihan model ini diperbolehkan selama dilakukan dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan. Menulis saya pilih karena ini jalan yang paling sesuai dengan dunia saya. Di era serba digital, banyak platform yang bisa kita gunakan untuk menebarkan tulisan-tulisan kita.

Saya menyukai menulis sejak kuliah. Saat memasuki dunia kerja di perusahaan pers, selain menulis di media tempat bekerja saya, saya juga menulis di blog. Setelah marak media sosial, saya juga memanfaatkan akun media sosial untuk menulis.

Menulis adalah proses yang tidak pernah berhenti. Kemampuan dan keterampilan menulis perlu diasah secara terus menerus. Terus membaca dan terus menulis. Itu dua kata kuncinya. Kemampuan dan keterampilan menulis bisa naik turun. Saat berhenti menulis agak lama, saya dan beberapa pengakuan teman saya, sering mengalami kesulitan untuk mengawali menulis lagi.  

Rasanya seperti pada awal-awal belajar menulis. Konsistensi menulis menjadi kata kunci yang tidak bisa kita tinggalkan meski pada praktiknya hal ini tidak mudah saya lakukan. Di tengah kesibukan kerja sehari-hari, kadang-kadang kebiasan menulis ini terabaikan. 

Apalagi kalau ada aktivitas di luar kantor. Pada situasi seperti itu, saya agak sulit untuk meluangkan waktu menekuni hobi ini. Apalagi dalam kondisi tubuh yang lelah bekerja. Menulis membutuhkan kondisi fisik dan psikis yang prima. Tidak bisa dipaksakan.

Ramadan menjadi bulan yang baik untuk kembali mengasah keterampilan (skill) menulis. Pada bulan puasa, aktivitas pekerjaan di luar kantor tidak sepadat seperti pada hari-hari biasa. Ini menjadi waktu yang tepat untuk lebih banyak merenung, membaca guna menemukan ide-ide yang baik sebagai bahan tulisan. Menulis memerlukan perenungan yang dalam agar bisa menghasilkan tulisan yang "bermakna", bukan sekadar permainan kata-kata.

Kalau pada hari biasa terpaksa puasa menulis karena aktivitas pekerjaan sehari-hari, pada Ramadan ini saatnya berhenti puasa menulis. Program Samber (Satu Ramadan Bercerita) yang ditawarkan Kompasiana ini menjadi tantangan menarik. Kita dituntut menulis setiap hari selama Ramadan. Kita bisa juga memanfaatkan berbagai platform media untuk menuangkan ide dan gagasan kita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline