Langkah Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Fathur Rokhman yang melaporkan jurnalis serat.id Zakki Amali ke polisi kembali memantik perdebatan mengenai penyelesaian masalah pemberitaan, khususnya oleh mereka yang merasa dirugikan oleh pers.
Fathur Rokhma menempuh jalur pidana karena tidak terima terhadap laporan investigasi Zakki di serat.id yang membahas dugaan sang rektor melakukan plagiasi (penjiplakan) karya ilmiah.
Kalangan jurnalis mendesak agar perselisihan yang terkait produk jurnalistik harus diselesaikan melalui mekanisme di Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers, tidak melalui jalur pidana.
Kubu rektor berkukuh artikel karya Zakki Amali bukan produk jurnalistik karena serat.id hanya dianggap sebagai blog atau media sosial, bukan media yang terverifikasi Dewan Pers.
Sang Rektor menganggap wajar saja menempuh jalur pidana dengan tuduhan Zakki Amali melanggar pasal 27 ayat 3 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal itu berbunyi "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan /atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik". Dia merasa jadi korban, tercemarkan nama baiknya.
Secara prinsip saya sependapat semua sengketa, perselisihan yang terkait dengan pemberitaan harus diurai sesuai mekanisme UU Pers, misalnya dengan hak jawab, hak koreksi atau penyelesaian via Dewan Pers.
Namun ada hal yang harus dipahami, tidak ada kaidah yang mengharuskan orang yang merasa dirugikan oleh pers harus menempuh melalui UU Pers. Tidak ada keharusan pula kepolisian menggunakan jalur UU Pers.
UU Pers Khusus
Bagaimanaun tuntutan agar setiap sengket pers diselesaikan melalui mekanisme UU Pers secara otomatis mendudukkan UU No 40/1999 ini sebagai lex specialis atau UU yang berlaku khusus.
Dengan aturan hukum khusus itu maka pelanggaran pidana terkait tugas jurnalistik bisa diselesaikan melalui UU tersebut. Persoalannya sejak awal UU ini tidak dirancang untuk menjadi lex specialis. Tidak aturan khusus soal itu.