Lihat ke Halaman Asli

Program Literasi SMK: antara Pelaksanaan dan Gagasan

Diperbarui: 25 Agustus 2016   16:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Beberapa siswa beraktivitas di perpustakaan sekolah Bina Nusantara Simprug, Jakarta. (KOMPAS/LUCKY PRANSISKA)

Minggu lalu di tengah-tengah kesibukan magang di perusahaan, saya datang ke sekolah untuk mengontrol pekerjaan anak-anak murid tercinta. Ada rasa senang ketika melihat di sebuah kelas telah tersedia sebuah lemari besar yang berisi buku-buku seperti halnya lemari yang ada di perpusatakaan pribadi saya di rumah. Kelas itu adalah kelas 3AK 3 lalu saya bertanya kepada mereka, "Kalian memperoleh lemari besar ini dari mana?" Lalu mereka menjawab, "Kelas kami terpilih untuk penerapan kelas literasi, Bu," jawab mereka kompak. 

Kemudian saya bertanya lagi, "Bagaimana konkretnya pelaksanaan program tersebut?" Salah satu siswa menjawab, "Begini loh Bu, 15 menit sebelum belajar kita diharuskan membaca buku-buku selain buku pelajaran," ujar mereka. Lalu saya bertanya lagi, "Kalian membaca buku apa?" "Kami membaca novel, Bu, buku cerita, dan lain-lain." Akhirnya saya hanya mengangguk-anggukkan kepala sambil bergumam dalam hati, "Hanya itukah esensi sebuah program literasi?"

Jika awalnya siswa hanya diwajibkan membaca, okelah tidak mengapa. Tapi ada langkah selanjutnya di mana literasi harus ditindaklanjuti agar program ini lebih terlihat memiliki dampak yang cukup signifikan dan dapat terukur.

Program ini sebenarnya tidak aneh di telinga saya. Seorang rekan saya yang ikut magang ke Australia beberapa waktu yang lalu (Ibu Mia Damayanti) sering kali mengajak para rekan guru yang peduli dengan masalah literasi ini untuk ikut bergabung bersama beliau. Di Bandung sendiri sudah lama saya mendengar program WJRC atau West Java Reading Challange di mana dalam program tersebut siswa ditantang untuk membaca buku. Indikator keberhasilan siswa yang sudah membaca buku adalah siswa tersebut diharuskan membuat resensi dari buku yang sudah mereka baca.

Siswa yang banyak membaca buku akan diberikan hadiah atau reward pada saat upacara atau momen-momen lainnya. Selanjutnya program banyak membaca buku itu tidak hanya diperuntukkan bagi siswa, melainkan juga untuk guru, karena tidak akan ada siswa yang gemar membaca jika gurunya saja tidak memiliki motivasi untuk membaca.

Gagasan untuk guru agar meningkatkan kemamampuan literasinya melalui membaca dan membuat resensi pada prinsipnya sama dengan siswa, hanya perbedaannya resensi untuk guru bisa diberikan dalam bentuk tulisan atau bisa juga disampaikan oleh sang guru pada saat rapat-rapat atau kumpul-kumpul MGMP. Jadi, antara guru yang satu dan guru yang lain akan sharing mengenai buku apa yang sudah mereka baca. Tentu saja kepala sekolah dalam hal ini harus memberikan apresiasi kepada siapa saja guru yang rajin membaca dan dapat memberikan resensi dengan baik.

Esensi dari sebuah program literasi adalah membiasakan guru dan siswa untuk mau membaca dan bisa menuliskan kembali apa yang sudah dibacanya. Dengan banyak membaca, secara otomatis kemampuan menulis akan tumbuh. Tidak akan ada yang bisa ditulis jika kita tidak banyak membaca. Lagipula, tulisan-tulisan yang bermutu lahir mana kala kita banyak membaca.

Kebiasaan membaca dan menulis sangat berat jika tidak kita biasakan sejak dini. Kebanyakan siswa membaca buku pelajaran karena kewajiban akan PR, karena akan menghadapi ulangan dan lain sebagainya. Jika kita sarankan untuk membaca buku selain buku pelajaran, paling-paling mereka akan memilih novel atau komik. Jarang sekali mereka membaca biografi orang-orang sukses. Kisah-kisah tauladan sahabat-sahabat nabi dan buku-buku berbobot lainnya. 

Seharusnya program literasi didukung dengan kesiapan penyediaan buku-buku bermutu dan berkualitas yang harus dibaca oleh siswa. Seperti halnya keberadaan internet, ia akan berdampak baik jika kita mengarahkan dan menyarankan bagaimana cara penggunaannya. Internet bisa jadi hanya akan membuang-buang waktu atau bahkan bisa menjerumuskan seseorang jika kita tidak mengarahkan cara penggunaannya.

Program literasi juga bisa jadi hanya akan membuang waktu jika siswa tidak diarahkan. Atau bisa jadi siswa akan membaca bahan bacaan yang kurang baik jika kita tidak membatasi apa-apa saja yang harus dibacanya dan bagaimana kita dapat mengevaluasi apakah benar atau tidak mereka telah membaca buku. Pembuatan resensi akan mengukur sejauh mana mereka telah memahami bacaan sebuah buku serta berkualitas atau tidaknya buku yang sudah mereka baca itu.

Barangkali penulis sendiri pun masih perlu banyak belajar tentang bagaiamana program literasi yang baik. Siswa dan guru semuanya harus ikut program literasi karena dengan minat baca yang tinggi maka sebuah bangsa akan maju. Teringat saya akan sebuah kisah di Amerika ketika seorang anak dapat membaca 5 atau 6 buah buku dalam suatu periode tertentu, maka anak itu akan mendapatkan semacam voucher yang akan dapat ditukar dengan kesempatan makan di tempat-tempat makan tertentu, misalnya makan di Pizza Hut. Bahkan mereka boleh membawa anggota keluarga. Sampai-sampai orang tersebut mengatakan, "Karena dengan kerajinan membaca anak saya inilah kami sekeluarga jadi mendapatkan berkahnya." Begitu katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline