Jagat maya gempar ketika Bima mengekspos jalanan buruk di Lampung dalam suatu video TikTok. Unggahan ini segera ditanggapi secara berbeda oleh warganet di Tanah Air. Ada yang mendukung keberaniannya, tapi ada pula yang mencibirnya sebagai tindakan yang cari sensasi.
Tak lama berselang, kabar lain menyentak warganet ketika seorang ASN memilih mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai guru ketimbang mencabut laporan seputar dugaan pungli yang dilakukan oleh badan kepegawaian di Pangandaran.
Mundur agak jauh, pada penghujung tahun 2022 publik sempat dihebohkan oleh Alif Cepmek yang lebih populer dengan sebutan Dilan KW. Dengan menirukan gaya bicara dan penampilan Dilan yang merupakan tokoh sebuah film, Alif yang tinggal di gang becek pun mendadak terkenal dan diundang ke berbagai acara yang berujung pada naiknya pendapatan.
Pahami kerangka literasi digital
Ketiga kisah itu memiliki satu kesamaan: sama-sama viral dan membetot perhatian massa, terutama warganet yang setiap hari mengakrabi gawai di dunia digital. Ketika sebuah konten viral, potensinya memang besar. Secara positif kreatornya bisa mendulang cuan, tapi secara negatif ia bisa-bisa malah dihujani cercaan.
Tren IoT (Internet of Things) yang menjadi bagian dari Era Industri 4.0 memang membuka berbagai kemungkinan. Berbekal gawai seperti ponsel pintar, tablet, dan kamera, kita bisa memproduksi konten dan mengunggahnya di banyak platform untuk dinikmati warganet.
Namun seiring dengan peluang monetisasi konten, tak jarang content creator asal saja membuat konten tanpa dipikirkan masak-masak. Yang penting banjir view dan komen, lalu meledak sebagai konten yang viral dan akhirnya jadi sumber rezeki yang besar. Ini tidak dibenarkan.
Hal penting yang kerap dilupakan oleh kreator konten adalah adanya kerangka literasi digital sebagai pedoman yang mesti dipatuhi. ICT Watch yang berkomitmen mewujudkan dan mengawal Internet Sehat merilis kerangka yang terdiri dari tiga bagian utama sebagai berikut.
1 | Proteksi (safeguard)
Bagian ini memberikan pemahaman mengenai keselamatan dan kenyamanan siapa pun yang menggunakan Internet. Bagian pertama ini mencakup perlindungan data pribadi, keamanan daring (online safety & security), dan privasi individu.
Pada level inilah biasanya terjadi cyberbully, cyber stalking, cyber harassment, dan cyber fraud. Untuk istilah terakhir ini ada satu kasus yang belakangan menyeruak, yakni seputar penipuan online.
Pelaku penipuan memancing korban dengan uang instan sebagai imbalan (reward) atas pekerjaan yang gampang. Dalam hal ini tugasnya sebatas membubuhkan like (jempol) dan subscribe (berlangganan) pada suatu akun. Begitu satu tugas rampung dan uang recehan ditransfer, tugas lain pun menanti.