Lihat ke Halaman Asli

Perlukah Berpikir Positif ???

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kadang ada pendapat kenalan yang tidak saya pahami. Misalnya pendapat seperti ini:

“Saya selalu belajar dengan siapa saja dan berteman dengan siapa saja. Selalu berpikir positif supaya hati kita juga positif dan tenang.”

Yup, kita perlu belajar dari siapa saja. Kita belajar bukan saja dari sesama munusia tetapi perlu belajar dari tumbuhan, hewan, belajar dari semesta ini. Misalnya belajar dari bumi. Bumi selalu berputar pada porosnya, walaupun pada permukaannya ada manusia sedang berperang. Ada badai, tak ada badai, Bumi selalu setia berputar pada porosnya. Bumi juga selalu memberi, diberi benih sedikit, dia akan membalas dengan berlipat-lipat ganda.

Nasehat berteman dengan siapa saja ini susah saya cerna. Kita perlu kenal dan tahu berbagai macam karakter, tapi untuk berteman apalagi bersahabat, tunggu dulu.

Apa yang terjadi bila kita berteman dengan kriminal, penipu, atau orang-orang dengan sifat yang tak patut ditiru. Saya seorang yang pemalas, tapi saya tak mau berteman dengan orang pemalas. Nanti bisa tambah pemalas seperti kebo.

Selalu berpikir positif” adalah saran atau nasihat yang susah saya cerna.

Untuk menghadapi satu masalah atau satu keadaan, kita perlu melihat keadaan itu apa adanya. Kita perlu menganalisa dari sisi SWOT –Strength, Weakness, Opportunity, Threat. Kita tidak menganalisa dari sisi Strength dan Opportunity saja.

Saya juga tidak paham nasihat untuk selalu berpikir positif mengenai seseorang. Untuk menilai diri sendiri saja, saya perlu melihat diri saya apa adanya, dengan kelebihan dan kekurangan. Apa jadinya diri ini bila hanya melihat kelebihan. Misalnya saya selalu berpikir positif terhadap diri antara lain, saya tidak bisa menyakiti hati orang lain dengan sengaja, saya tidak tega untuk mengambil keuntungan di atas penderitaan orang lain dst dst.

Kita perlu mencintai diri sendiri, menyayangi diri sendiri, memiliki citra yang baik atas diri sendiri. Namun menilai diri apa adanya termasuk kekurangan kita sangat baik untuk lebih berdamai dengan diri sendiri.

Contoh, saya menyadari bahwa saya pemarah. Kakak saya bilang bahwa memang dalam gen saya ada gen pemarah. Kata Kakak, “Kita orang Gorontalo yang memiliki darah panas, darah Bugis”. Padahal tidak juga. Ada keluarga saya yang lembut.Namun terimakasih atas masukan Kakak. Ok, ada “darah-panas” yang diturunkan pada diri saya. Setelah tahu “penyakit” maka saya akan mencari solusi. Bagaimana bisa mencari solusi bila saya tidak menyadari kelemahan diri saya?

Saya menyelusuri diri, masalah apa yang membuat saya begitu gampang marah. Apa karena panik, takut terjadi sesuatu atau kehilangan sesuatu yang sangat berharga? Atau saya tidak dapat menerima kenyataan pahit dalam hidup? Dari hasil bertanya pada diri sendiri saya memahami apa sebenarnya yang membuat saya gampang marah. Dan apa solusinya. Misalnya marah karena sedang prihatin masalah keuangan. Berarti saya perlu berhemat atau mencari tambahan pemasukan.

Setelah memahami hal-hal yang membuat saya gampang marah, saya juga mencari solusi untuk mengurangi sifat pemarah. Salah satu cara adalah mengambil jeda sesaat sebelum marah. Misalnya saat menghadapi tingkah asisten rumah tangga yang sangat menjengkelkan. Mari tarik napas dalam-dalam, buang napas panjang pelan-pelan, kalau perlu menenangkan diri sejenak sebelum menyemprot asisten. Cara ini cukup membantu, walau rasanya ingin memperturutkan hawa nafsu, menyemprot saat sedang hot. Bila mengambil jeda, saya sudah tidak bisa lagi menyemprot dengan hot, karena masalah yang tadi begitu menjengkelkan sudah basi hihihi.

Satu cara yang sangat membantu untuk mengatasi sifat pemarah adalah menerapkan cara yoga. Bernapas melalui lubang hidung kiri selama 10 menit setiap hari sangat membantu. Caranya dengan menutup lubang hidung kanan. Otomatis udara yang kita hirup masuk lewat lubang hidup kiri. Hal ini membuat kita lebih lembut, mengaktifkan energi feminin dalam diri.

Hanya berpikir positif tentang seseorang menurut pengalaman saya akan merugikan diri kita. Memang kita tidak perlu paranoid, namun bila ada tingkah yang tidak wajar dari orang di sekitar kita maka kita perlu berjaga-jaga.

Contoh saya tidak bisa berpikir positif tentangseorang kenalan bernama SP. SP ini pastinya memiliki juga sifat baik yaitu memberi kesenangan untuk keluarganya, dia juga piawai (menipu). Sifat negatif SP adalah dia bisa menindas seseorang demi nafsu dia untuk hidup kaya tanpa bekerja.

Dengan mengetahui sifat negatif SP, saya bisa mengambil tindakan, yaitu jangan berurusan dengan orang seperti dia, jauh-jauh deh. Bila kebetulan bertemu, say hello saja.

Mungkin sudah suratan takdir, seorang teman dibunuh oleh perampok. Si Perampok leluasa masuk rumahnya karena “berpacaran” dengan asisten rumah tangga Almarhumah. Si Asisten ini “berpikir-positif” tentang Si Perampok. Dia berpikir bahwa Si Perampok memang cinta padanya makanya mendekati dia. Padahal Si Perampok mendekati dia untuk mencari info dan untuk memperalat Si Asisten untuk merampok. Almarhumah juga berpikir positif. Asistennya orang baik, pastinya tidak akan berniat mencelakakan dia. Saat suami dan anak Almarhumah sedang di luar kota, Si Asisten mengetuk pintu kamar saat tengah malam. Katanya dia gelisah tidak bisa tidur. Almarhumah membukakan pintu kamar. Masuklah Si Perampok, menggasak harta di kamar dan membunuh Almarhumah.

Jadi setuju kan bahwa berpikir positif belum tentu berdampak baik untuk kita ?

Namun saya setuju bila kita berpandangan hidup optimis atau positif. Melihat dunia ini dengan kaca-mata anak kecil. Hidup ini begitu indah, bumi ini taman bermain yang menakjubkan. Allah sangat pengasih pada semua makhluk. Apapun masalah yang kita hadapi, Allah akan menolong kita. Demi kesehatan dan kebahagiaan diri, kita perlu memiliki pandangan hidup positif. Selalu melihat hidup dengan kaca-mata syukur. Amiiin, so be it.

Punya pandangan lain?

Terimakasih

Namaste _/l_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline