Lihat ke Halaman Asli

Ibu Guru Bercerita

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagai orang yang baru belajar merangkai kata, rasanya agak minder setelah membaca tulisan teman-teman di kompasiana. Ingin rasanya menulis, tapi tentang apa ya? bagaimana caranya? Apakah saya bisa? Pertanyaan-pertanyaan itu, spontan membuat saya malu pada teman-teman di kompasiana, dan langsung log out dari jendela kompasiana. Lalu saya mengalihkan perhatian pada pekerjaan mengolah nilai murid-murid saya yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional SD. Seketika semua tentang kompasiana lenyap.

Tanpa sadar, pikiran saya berkelana menyusuri setiap wajah murid-murid saya. Ya, sebentar lagi mereka akan bertempur di arena UN. Sebagai gurunya, tentu saya menyimpan rasa cemas memikirkan tentang kelulusan mereka. Bagaimana jika ada yang tidak lulus? Ah, itu tidak mungkin, sebab kalau di tingkat SD, yang menentukan standar nilai kelulusan kan diserahkan kepada pihak sekolah. Selain itu, kelulusan sekarang juga ditentukan oleh akumulasi nilai rapor+US+UN, so dijamin semua lulus. Insya Allah. Begitulah obrolan dalam batin saya. Namun, mengapa masih cemas juga, ya? Bahkan, kecemasan ini mengalahkan pikiran saya yang selalu dihantui tuntutan keluarga agar segera mengarungi bahtera dalam kehidupan ini. Oh, God.

Ya, saya tahu!!

Ini masih tentang murid-murid saya. Sejak awal tahun ajaran, saya telah menetapkan target bagi keberhasilan murid-murid saya. Targetnya gak tanggung-tanggung. 40% MURID-MURID SAYA DAPAT DITERIMA DI SMP NEGERI DI KOTA INI. Maklum, sejarah alumni sekolah tempat saya mengajar, hanya segelintir yang dapat masuk di SMP Negeri. Ya, sekolah ini sudah lama, namun baru bagi saya setelah SK Penugasan saya, ditetapkan di sini. Bisa dibilang bahwa sekolah ini seakan HIDUP SEGAN MATI TAK MAU. Entahlah…mengapa demikian.

Yang jelas bagi saya.

Dengan berbagai upaya dan reformasi dalam pembelajaran selama satu tahun, saya hanya berharap agar murid-murid saya dapat diterima di SMP Negeri. Mengapa? Pertama, diterimanya para lulusan dari sekolah ini di SMP Negeri, secara otomatis akan meningkatkan kepercayaan dan sedikit gengsi sekolah ini di masyarakat. Kedua, murid-murid saya yang sebagian besar tergolong ekonomi lemah, dapat menimba ilmu di sekolah negeri yang notabene meskipun masih memungut biaya ini itu, tetapi lebih murah dibanding dengan sekolah swasta yang biayanya mencekik leher orang tua mereka. Ketiga, sebagai guru yang berasal dari sekolah swasta dengan tuntutan kinerja cukup tinggi, saya tidak dapat meninggalkan kebiasaan iklim kerja meskipun telah berada di sini (sekolah negeri).

Itulah, jawaban dari kecemasan saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline