Lihat ke Halaman Asli

Momentum Kemenangan Uruguay Melawan Industri Rokok

Diperbarui: 26 Juli 2016   10:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Gugatan Philip Morris International terhadap Uruguay berhasil dipatahkan baru-baru ini oleh ICSID--lembaga di bawah naungan PBB yang menangani penyelesaian sengketa investasi antara negara vs korporasi--dengan argumen bahwa Uruguay memiliki hak untuk melindungi kesehatan rakyatnya. Hak ini jauh lebih utama daripada hak sebuah perusahaan untuk melindungi hak atas karya cipta (property right) atas desain kemasan bungkus rokok Marlboro. Uruguay berencana memperluas peringatan bergambar di bungkus rokok menjadi 80% luas kemasan. Rencana tersebut ditentang oleh industri rokok yang diwakili oleh PMI yang kemudian menggugatnya melalui ICSID.  Alih-alih gugatannya dikabulkan, PMI diwajibkan membayar USD 7 juta atau sekitar Rp 91 milyar dan ongkos perkara lainnya.

Kemenangan Uruguay ini menjadi momok preseden hukum yang menakutkan bagi industri rokok di seluruh dunia, karena ini berarti negara memiliki kedaulatan dan kepentingan di atas kepentingan korporasi seperti industri rokok. Hak negara untuk melindungi dan menyejahterakan rakyat melawan hak korporasi untuk memupuk laba sebesar-besarnya. Dengan kasus ini, gugatan PMI terhadap negara kecil seperti Togo yang juga memperketat aturan pengendalian rokok dapat dipatahkan. Jika PMI menang, kas negara Togo yang berasal dari pajak yang dipungut dari hasil kerja keras rakyat Togo bisa terkuras habis utk membayar kompensasi yang diminta PMI. Jahat bukan?

PMI juga menggunakan taktik memanfaatkan perjanjian dagang antar negara pada kasus gugatan terhadap kebijakan plain package Australia. PMI membentuk kantor perwakilan di Hong Kong hanya agar bisa menggugat kebijakan Australia. Gugatan dilayangkan melalui peradilan arbitrase dagang di Singapura. Akhir tahun lalu, pengadilan Singapura memutuskan menolak gugatan PMI yang salah alamat terhadap Australia. Ini juga kemenangan pertama Australia sejak kebijakan tersebut digulirkan pada tanggal 1 Desember 2012.

Tidak selesai sampai di situ, bersamaan dengan gugatan via Hong Kong, PMI juga melayangkan gugatan lain terhadap kebijakan plain package Australia. Kali ini PMI bersama BAT menunggangi Indonesia dan tiga negara kecil lainnya. Menteri Perdagangan kala itu, Gita Wirjawan, bahkan mengancam akan membalas dengan mengenakan kebijakan serupa terhadap produk ekspor Australia ke Indonesia, yakni minuman beralkohol dan kemungkinan daging sapi kemasan. Kali ini PMI dan BAT melakukan gugatan di WTO dimana sengketa yang ditangani hanya yang terkait dengan sengketa antar negara, bukan negara vs korporasi.

Sebagaimana pernah saya tulis, gugatan via WTO ini tidak boleh diwakili oleh korporasi, harus oleh dan antar negara. Ukraina sebagai salah satu dari 4 negara penggugat yg di dalamnya termasuk Indonesia mundur teratur. Ukraina dibiayai BAT utk menggugat Australia. Anda bisa bayangkan bagaimana Indonesia membiayai gugatannya via WTO tadi untuk dan atas nama kepentingan korporasi industri rokok PMI. Apakah nun jauh di atas sana ada pejabat Kemendag mengatasnamakan negara yang menerima pembayaran dari PMI utk membiayai gugatan industri rokok di WTO? Bagaimana mekanisme transaksi demikian di sistem keuangan negara kita?

Jika hal ini tidak mungkin terjadi, maka jawaban satu-satunya adalah bahwa gugatan terhadap kebijakan plain-package Australia ini dilakukan dengan menggunakan dana APBN yang bersumber dari pajak yang kita bayar dari hasil kerja kita memeras keringat. Hasil kerja rakyat RI seluruhnya: guru, petani, buruh, karyawan, PNS, tentara, polisi, bankir, industriawan, pedagang, dst. Lalu bagaimana jika ternyata dengan preseden kasus di Uruguay tersebut, Indonesia dikalahkan? Australia pernah memperkirakan akibat gugatan ini mereka harus merogoh kocek USD 10 juta atau Rp 130 milyar hanya untuk biaya legal saja. Dengan uang sebanyak itu, berapa rumah sakit bisa dibangun oleh pemerintah RI?

Dan yang tidak kalah penting adalah landasan moral apa yang membuat Indonesia merasa punya hak untuk ikut campur terhadap hak dan kedaulatan sebuah negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari bahaya asap rokok yang mengancam kesehatan? Apakah kita lupa bahwa pembukaan UUD 1945 mengatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa? Australia negara merdeka sama halnya seperti Indonesia. Jika kita menolak bahkan melawan campur tangan negara lain terhadap urusan dalam negeri kita, jika kita menganggap aksesi FCTC sebagai upaya mencampuri kedaulatan negeri kita, lalu apa hak kita mencampuri urusan negara lain? Keputusan kasus Uruguay justru memperkuat hak dan kedaulatan sebuah negara untuk mengatur dirinya sendiri yang wajib dihormati oleh negara lain, apalagi oleh korporasi yg hidup, mencari makan, dan dibesarkan di negara itu sendiri.

Dengan prinsip universal tersebut sudah seharusnya RI membatalkan gugatannya terhadap Australia. Selain sudah ada preseden keputusan kasusnya, gugatan ini juga memalukan bangsa kita yang memegang teguh penghormatan atas hak dan kedaulatan bangsa. Jika ada korporasi yang cuma mau mencari untung di atas pengorbanan kesehatan rakyat sebuah negara, industri rokok lah jawabannya. Jika upaya pengendalian rokok adalah bagian dari kedaulatan sebuah bangsa yang lalu dihalang-halangi oleh sekelompok korporasi industri rokok, tidak ada jalan lain yang harus dilakukan selain dengan cara membuat mereka tidak kerasan berinvestasi di dalam negeri. Caranya? Pajaki dan kenakan cukai setinggi-tingginya, perluas PHW jika perlu terapkan plain-package, larang impor tembakau dan tegakkan KTR di seluruh wilayah RI.

Industri rokok baik nasional maupun global tidak akan berani menggugat keputusan ini, karena gugatannya akan berbalik arah dan membuat mereka diwajibkan membayar kompensasi jutaan dollar. Pengusaha mana ada yang mau rugi? Ini saatnya pemerintah menegaskan dan menegakkan kedaulatan rakyat di atas kepentingan sempit korporasi. Gunakan momentum ini dengan sebaik-baiknya demi kemaslahatan rakyat RI seluruhnya. Demi kesehatan bangsa agar mampu menyongsong era persaingan global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline