Lihat ke Halaman Asli

Impor Tembakau Membunuh Petani

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Info dari artikel the Economist ini penting. Kutipan:

"Because sales are assured and prices set, farmers produce too much low-quality tobacco, says Teh-Wei Hu of Berkeley School of Public Health in America. Though Chinese leaves are on average cheaper per kilogram than American and Brazilian varieties, they are also inferior." (Sumber: Klik di sini) 
 

Perlu digarisbawahi dari kutipan tersebut adalah bhw monopoli tembakau oleh pemerintah China mengakibatkan petani China memproduksi tembakau berkualitas rendah dan tentu saja harganya murah.

 

China sudah melangkah lebih maju pasca mengaksesi FCTC pada 2001. Baca dgn seksama efek dari pengendalian tembakau di China terhadap rakyatnya dan terutama sekali terhadap rakyat RI. Kok RI? Penurunan jumlah perokok di China dapat mengakibatkan jumlah suplai tembakau mereka berlebih shg menarik kapitalis rokok yg bercokol di RI, baik kapitalis lokal maupun blasteran, untuk membelinya via impor dgn harga murah. Akibatnya, hancur pertanian tembakau RI gara2 impor besar2an tembakau China plus bonus semakin banyaknya generasi muda RI yang kecanduan rokok, lemah, sakit2an dan biaya kesehatan yg membebani negara.

 

Dgn jumlah petani tembakau sebanyak 5 juta orang, China memproduksi 3.000.000 ton tembakau. Indonesia yg ngakunya punya 6 juta petani tembakau - angka ini selalu digembor2kan oleh antek bentukan industri rokok AMTI - produksi tembakaunya cuma k/l 250.000 ton.

 

Kalo menggunakan angka patokan negara China, dgn produksi 250.000 ton, maka jumlah petani tembakau di RI (seharusnya) hanya berjumlah 417.000 orang. Taruhlah istri dan 2 anak ikut kerja, maka jumlahnya menjadi 1.667.000 orang. Selisih 4,4 juta ini dari mana? Mungkin dibantu jin.

 

Dgn produksi 250.000 ton dalam setahun, jika harga tembakau pukul rata Rp 40.000/kg, maka uang yang dinikmati oleh 6.000.000 petani adalah sebesar Rp 10 trilyun setahun. Jika dibagi rata, maka satu orang petani memperoleh pendapatan sebesar Rp 1.667.000 setahun atau Rp 139.000 per bulan per orang. Jauh banget di bawah UMR daerah manapun di wilayah Republik Indonesia. Gimana gak pada melarat tuh petani?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline