Dalam budaya Batak diajarkan dalam kehidupan sehari, " hundul dihalangulu na patut tu halangulu, hundul ma ditalaga napatut tu talaga". Terjemahan bebas artinya duduklah pada posisi siapakah anda dan di mana anda berada. Sikap yang perlu diperhatikan adalah posisi kita dalam komunitas kita berada. Ajaran ini disampaikan kepada orang Batak agar menjadi orang terhormat. Dalam budaya orang Batak kehormatan itu sangat penting. Dan, salah satu ciri terhormat adalah cerdas memosisikan diri.
Dalam pertemuan orang Batak ada posisi talaga dan ada posisi halangulu. Talaga pada umumnya ada di posisi dekat pintu dan halangulu ada di posisi dekat jendela. Di halangulu itu duduk para tetua adat dan talaga adalah anak-anak, pemuda, posisi boru (posisi kekerabatan dari ibu). Dalam pertemuan adat Batak diatur sedemikian rupa secara teratur. Jadi, posisi duduk inilah kelihatan siapa yang tau diri dalam posisinya sebagai apa dalam pertemuan itu.
Esensi kutipan saya dari budaya Batak ini adalah agar kita kembali mengenali diri kita dalam bermasyarakat. Pilihan pertama yang harus dipahami orang Batak dalam pertemuan adalah mengambil tempat duduk di talaga. Talaga adalah posisi duduk paling rendah. Mengapa harus memilih posisi talaga? Jika kita posisi duduk paling rendah dan diminta agar duduk di halangulu (posisi tertinggi) maka kita menjadi orang terhormat. Tetapi jika pertama kali kita duduk di posisi halangulu kemudia disuruh ke talaga maka kita adalah manusia terhina. Karena itulah, kita diajarkan agar pertama kali kita mengambil posisi paling rendah.
Akhir-akhir ini saya terusik dengan anak dan menantu Jokowi yang menurut saya tidak wajar dalam proses kehidupan. Anak Jokowi Gibran, Kaesang dan Bobby Nasution yang masih relatif muda sudah menjadi pemimpin publik. Jika kita secara objektif menilai bahwa masih sangat banyak yang lebih layak menjadi Walikota Solo dibandingkan Gibran, banyak yang lebih layak walikota Medan dibanding Bobby Nasuition dan banyak yang lebih layak ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dibandingkan Kaesang. Andaikan pun diminta sejatinya ketiga anak itu menolak mengingat banyak yang lebih layak dari mereka.
Dalam nilai nilai budaya Batak posisi itu ditentuken oleh siapa, kapan, dimana kita berada. Dalam organisasi kita mengenal kaderisasi. Dalam kaderisasi itu kita mulai dari anggota, pengurus ranting, cabang, wilayah dan pusat. Semua proses dijalani agar kader memiliki kapabilitas dan akseptabilitas yang tinggi. Seorang kader yang memiliki rekam jejak yang baik dan teruji maka organisasi akan menobatkannya mendapt posisi yang tinggi. Dengan demikian muncul kader bangsa yang cakap untuk memimpin bangs ini.
Dua anak Jokowi dan satu menantunya tidak mengalami proses kaderisasi. Gibran dan Bobby langsung menjadi walikota hanya karena Jokowi Presiden. Hal semacam ini tidak baik bagi warga Solo dan warga Medan. Juga tidak baik bagi Gibran dan Bobby. Sejatinya mereka mengikuti proses yang cukup agar memimpin dengan matang. Akhir-akhir ini pemuda terlalu mudah menjadi Bupati, Walikota dan pemimpin lain dengan alasan menggunakan jasa konsultan. Kualitas kepemimpinan semacam ini tidak dapat diharapkan untuk kemajuan bangsa.
Ketika Jokowi menjadi Walikota Kota Solo berhasil memindahkan pedagang kaki lima ke tempat yang disediakan. Keberhasilan itulah cikal bakal naiknya popularitas Jokowi. Keberhasilan itu membuat tokoh nasional seperti Surya Paloh, Megawati Soekarno Putri tertarik dengannya dan mencalonkan Gubernur DKI Jakarta. Surya Paloh mengatakan bahwa Jokowi adalah orang baik dari Solo yang layak memimpin bangsa ini. Karena Jokowi adalah orang baik dan memiliki kompetensi yang cakap memimpin bangsa ini maka semua kita sekuat tenaga mendukung Jokowi.
Kehebatan Jokowi memindahkan pedagang kaki lima dengan humanis membuat Indonesia tercengang. Selama ini pedagang kaki lima dipindahkan dengan cara kekerasan karena tidak mau pindah. Keberhasilan Jokowi di Solo diharapkan dapat diterapkan di Jakarta yang serawut ketika itu. Masyarakat Jakarta pun memilihnya dengan kekompakan baju kotak-kotak bersama Ahok. Masyarakat Jakarta meminta Jokowi dan Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama. Tetapi tidak lama kemudian Jokowi didukung lagi Presiden melalui PDIP, Nasdem dan partai lainya.
Jokowi menjadi Walikota Solo, menjadi Gubernur DKI Jakarta dan Presiden RI melalui proses yang Panjang. Karena Jokowi orang baik dan memiliki kompetensi maka Surya Paloh mengatakan bahwa kepemimpinan Jokowi harus dikawal dengan baik. Istilah Surya Paloh orang daerah yang baik itu harus dikawal memimpin negeri. Karena dukungan Surya paloh itulah pernah dalam sebuah acara partai Nasdem protocol meminta hadirin berdiri karena Jokowi akan meninggalkan ruangan, reaksi Jokowi tidak mau meninggalkan ruangan sebelum acara perhelatan Nasdem itu usai. Keakraban Jokowi dan Surya Paloh begitu kuat karena keyakinan bahwa Jokowi akan membawa Indonesia kuat secara ekonomi, politik dan rakyatnya Sejahtera.
Kini berubah karena anak Jokowi Gibran menjadi Walikota dan kini Cawapres, Kaesang menjadi Ketua Umum Partai, juga menantunya Bobby Nasuition menjadi Walikota Medan. Jokowi yang dulu diidolakan kini menjadi buah bibir karena dianggap tidak wajar. Kaesang yang hanya 2 hari kader partai langsung ketua umum partai. Dua hari kader tanpa kaderisasi disebut kutu loncat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran Gibran, Kaesang dan Bobby Nasution masuk dalam kategori KKN. KKN merupakan isu krusial yang menumbangkan Orde Baru (Orba).