Ketika Covid 19 melanda dunia di awal tahun 2020 maka dunia terancam krisis pangan. Dalam rangka menyiasati krisis pangan itu pemerintahan Jokowi membuat program food estate di Kalimantan dan di Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara. Kedua lokasi food estate kini diisukan gagal total. Bahkan Greenpeace Indonesia telah menyatakan bahwa Food Estate berkontribusi dalam merusak lingkungan. Tak ketinggalan, dibeberapa media konvensional dan media sosial Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut bahwa proyek food estate bagian dari kejahatan lingkungan.
Jika kita amati selama pandemi Covid 19 berlangsung maka program bantuan pemerintah dan swasta adalah memberikan bantuan sosial berupa membagi sembako ke petani. Padahal, sejatinya petani merupakan masyarakat yang paling kuat jika ada musibah seperti pandemic Covid 19. Petani itu kuat karena memiliki beras, jagung, kedele, buah-buahan, budidaya ikan dan ternak unggas. Petani dapat bertahan tanpa berhubungan dengan pihak lain kecuali bahan bakar yang dibutuhkan untuk memasak kebutuhan mereka. Dalam realita Covid 19 faktanya petani kita tidak memiliki ketahanan pangan yang kuat dalam terpaan badai Covid19 beberapa tahun yang lalu.
Ketika isu food estate digulirkan di Kalimantan, maka yang teringat adalah kasus kegagalan lahan sejuta hektar di masa Orde Baru (Orba). Proyek yang sudah jelas gagal dan terbukti merusak ekosistem karena keaneka ragaman hayati (biodiversity) mengapa dilanjutkan? Sebuah kebijakan yang tidak masuk akal. Kebijakan yang tidak masuk akal itupun dikerjakan oleh Menteri Pertahanan (Menhan). Proyek food estate makin masuk akal ketika proyek itu dipercayakan kepada Menhan dengan kekuatan militernya. Para prajurit militer sempat dilibatkan dalam proyek itu.
Proyek food estate dieksekusi dibawah komando Menhan tanpa melalui kajian akademik yang wajib sesuai amanat UUD Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Akibatnya, kita tidak dapat mengevaluasi program ini secara detail termasuk penyebab kegagalannya. Patut diduga program ini merugikan keuangan negara dan berdampak merusak ekosistem. Proyek food estate di Kalimantan harus dievaluasi secara tuntas agar dapat menjadi pembelajaran bagi generasi penerus bangsa.
Proyek food estate (lumbung pangan) atau sentra pangan di Humbang Hasundutan (Humbahas) semula dikelola oleh Kementerian Pertanian (Kementan) tetapi di pertengan program dialihkan ke Kementerian Koordinator Bidan Kemaritiman (Kementerian Marves). Proyek ratusan hektar itu pun tanpa kajian atau proyek tanpa naskah yang diharapkan sebagai kendali untuk mengerjakan proyek.
Tahun 2021 food estate penanggungjawab pengelolaan food estate Humbahas oleh Bupati Humbahas dibawah arahan Tenaga Ahli Menko Marves Van Basten Panjaitan sebagai manajer lapangan (Kompas.com). Perubahan penanggungjawab food estate dari Kementan ke Bupati menjadi bukti bahwa tata kelola sesuka penguasa. Dalam sebuah perencanaan pembangunan sejatinya telah ditentukan siapa melakukan apa, dimana, kapan dan bagaimana. Food estate Humbahas dikelola dengan pendekatan kekuasaan. Kekuasaan Kementerian Marves digunakan untuk mengerahkan kekuatan negara termasuk kekuatan BUMN dijadikan modal untuk mengelola food estate.
Ketika isu food estate dimulai di Humbahas tenaga kerja dan bibit pertanian seperti kentang dibawa dari pulau Jawa. Saya yang rutin naik pesawat dari bandara Soekarn-Hatta ke bandara Silangit sering satu pesawat dengan mereka yang bekerja ke food estate di Humbahas. Program food estate di Humbang pemberitaannya luar biasa. Isunya Humbahas menjadi pusat penanaman bawang putih, bawang merah kentang dan berbagai tanaman lain termasuk isu pusat penanaman tanaman herbal. Akhir-akhir ini pemberitaan food estate di Humbahas hilang ditelan bumi.
Andaikan program food estate sejak awal diberikan pendapat publik sebelum pembuatan naskah atau dikenal dengan dokumen lingkungan maka saya berpendapat bahwa food estate itu keliru jika tujuannya untuk menjaga ketahanan pangan. Ketahanan pangan kita akan kokoh dan kuat jika petani kita kokoh dan kuat. Penguatan petani dengan cara melatih mereka menghasilkan bibit yang unggul, teknologi pengolahan pertanian atau memberikan alat pertanian ke petani, teknologi panen yang dibutuhkan dan membuat hasil panen petani memiliki nilai tambah. Kebijakan pemerintah menjaga kestabilan harga menjadi kunci utama mendorong petani kita kreatif dan inovatif.
Dampak yang sangat mengkuatirkan dari food estate adalah produk produk food estate akan merusak harga pasar. Keterlibatan para ahli pertanian di dalam produk food estate tentu saja menghasilkan kualitas yang lebih baik dibandingkan produk petani tradisonal. Selama ini gairah petani kita lemah karena fluktuasi harga sangat tinggi. Fluktuasi harga produk petani itulah yang membunuh kreatifitas dan inovasi petani.
Memahami resiko kehadiran food estate ke petani maka sejatinya tercatat secara jelas produk food estate dan distribusinya secara jelas. Walaupun pada prinsipnya ketahanan pangan itu kokoh dan kuat jika petani diperkuat. Jikalaupun food estate harus dibangun maka dalam dokumen harus dipertegas bahwa distribusinya tidak mengancam atau melemahkan produk petani . Caranya adalah produk food estate hanyalah untuk diekspor atau kebutuhan lain yang tidak berkompetisi dengan produk pertanian tradisional.