Beberapa waktu lalu kita disuguhi iklan untuk memiliki rumah tinggal yang dalam iklan itu menggambarkan bahwa Meikarta adalah tempat tinggal masa depan. Meikarta menggambar dalam iklannya bahwa hidup di area itu hidup bagaikan surga yang aman, nyaman dan semua tersedia. Meikarta adalah hunian terbaik diseluruh nusantara. Tetapi kemudian Meikarta adalah neraka bagi yang sudah memesan unit. Bagaimana solusi terbaik bagi mereka yang sudah dirugikan Meikarta dan nama group Lippo terjaga dengan baik?
Menurut Presdir Lippo Cikarang, Ketut Budi Wijaya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum di Komisi VI DPR RI 13 Februari 2023 mengatakan bahwa awal cerita proyek ini adalah berasal dari datangnya beberapa orang konsorsium dari Cina yang menawarkan konsep tempat tinggal yang membangun kita baru yang suasannya aman dan nyaman. Konsorsium menawarkan konsep pembangunan hunian kota baru yang terintegrasi dengan berbagai kota.
Tawaran konsep hunian kota baru yang terintegratif itu menarik perhatian putra mahkota James Riady yaitu Jhon Riady yang merupakan cucu Mochtar Riady salah satu disebut 9 naga di negeri ini. Dalam perjalanannya menurut Ketut Budi Wijaya bahwa konsorsium itu meninggalkan proyek ini. Konsorsium dan John Riady telah mengumpulkan uang sebanyak Rp 6 Triliun.
Konsorsium menyetor Rp 3 Triliun rupiah dan John Riady menyetor Rp 3 Trilun di nomor rekening bank Nobu. Bank Nobu merupakan bank yang dimiliki oleh keluarga John Riady dari group Lippo. Artinya sumber uang dalam proyek Meikarta adalah konsorsium Rp 3 Triliun rupiah, John Riady Rp 3 Triliun rupiah dan dana yang dikumpulkan dari yang memesan unit sebanyak Rp 18.000 unit. Jumlah dana dari 18.000 unit tidak dapat dijelaskan oleh Ketut Budi Wijaya karena takut salah. Saya perlu klarifikasi kata Budi Wijaya.
Dari penjelasan Ketut Budi Wijaya selaku Presdir Lippo Cikarang dan Indra Azwar selaku CEO PT. Mahkota Sentosa yang mengeksekusi pembangunan kelihatan sangat jelas mereka tidak bertanggungjawab secara total. Dalam RDPU mereka tidak membawa data secara lengkap dan kelabakan untuk menjawab sejumlah pertanyaan pimpinan dan anggota Komisi VI DPR RI. Betapa malunya Group Lippo dalam kasus Meikarta ini. Group Lippo memang sangat memalukan karena terkesan menghindar dari Tanggung jawabnya. Lebih malu lagi ketika mereka yang dirugikan diadukan ke pihak kepolisian. Karena desakan publik dan DPR maka pengaduan itu dicabut oleh pihak Meikarta.
Solusi yang ditawarkan oleh Meikarta dalam kasus yang menyita perhatian publik ini adalah PT Lippo Cikarang Tbk. dan PT Mahkota Sentosa Utama sebagai penanggungjawab proyek Meikarta berkomitmen sesuai keputusan PKPU untuk menyerahkan seluruh unit apartemen kepada konsumen dengan rincian serah terima Tahun 2022 sebanyak 4800 unit (telah diserahkan), Tahun 2023 sebanyak 2200 unit, Tahun 2024 sebanyak 3400 unit,Tahun 2025 sebanyak 3000 Unit,Tahun 2026 sebanyak 3100 Unit,Sisanya akan diserahkan pada Tahun 2027.
Melihat kasus ini pimpinan Komisi VI DPR RI M. Hekal mengatakan bahwa niat pihak Meikarta untuk menyelesaikan kasus ini dengan skema penyelesaian hingga tahun 2027 perlu diapresiasi. Tetapi dari kasus ini dapat juga ditafsirkan bahwa investor yang telah menyetorkan dana ke pihak Lippo sebesar dan Rp 3 Triliun dan sejumlah dana yang dikumpulkan dari 18.000 unit dapat dikatakan sebuah tindak kejahatan? Dengan kata lain apakah selain konsumen 18.000 unit apakah konsorsium merasa ditipu juga oleh pihak Lippo?
Dugaan penipuan ke pihak konsumen 18000 unit dan pihak konsorsium harus dibuktikan oleh pihak Lippo. Tidak dapat disangkal lagi bahwa kepercayaan publik terhadap group Lippu hancur lebur hingga ke titik nadir. Kasus Meikarta akan berdampak negatif terhadap group Lippo, utamanya kepercayaan terhadap keluarga Mochtar Riady. Betapa buruknya kepercayaan publik terhadap group Lippo karena kasus Meikarta.
Kasus Meikarta yang teramat buruk ini sangat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap bisnis group Lippo di bidang pengembang perumahan, Rumah Sakit (RS), pendidikan, perbankan dan berbagai bisnis lain.
Jika dibandingkan dampak dari ketidakpercayaan publik terhadap berbagai bisnis group Lippo maka jalan keluar terbaik adalah memberikan hak konsumen Meikarta. Meikarta idealnya menanyakan konsumen apakah uangnya dikembalikan, dilanjutkan dengan sekenario PKPU dan berbagai solusi yang diinginkan konsumen. Kasus Meikarta adalah momentum bagi group Lippo untuk membuktikan bahwa mereka dapat dipercaya publik. Jika tidak group Lippo menjadi bisnis gelap yang identik dengan penipuan. Persepsi publik bahwa group Lippo adalah penipuan tidak dapat dibayar dengan apapun karena yang tertinggi dalam bisnis adalah dapat dipercaya.