Indonesia menjadi Presidensi G20 tahun 2022 patut kita sambut dengan suka cita dan riang gembira. Sebab organisasi G20 untuk memiliki peran strategis untuk menyelamatkan bumi dari ancaman pemanasan global (global warming) . G20 terdiri dari 60 % populasi dunia, 75 % perdagangan dunia dan 80 % PDB Dunia. Isu yang paling menarik yang digaungkan G20 adalah tentang cara menyiasati perubahan iklim dari sumber persoalan dengan strategi yang disebut investasi hijau. Bagaimana dampak investasi hijau untuk menyelamatkan bumi dan apa keuntungan Indonesia dengan konsep investasi hijau?
G20 berdiri tahun 1999 yang bertujuan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi global yang kuat yang berkelanjutan, seimbang dan inklusif. Ekonomi inklusif adalah pembangunan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi kesenjangan antara kelompok dan wilayah. Dalam konteks inilah Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun 2022 memiliki posisi strategis untuk mengubah paradigma pembangunan agar mengutamakan bumi dan keadilan dunia. Indonesia sebagai Presidensi G20 merupakan momentum bagi bangsa Indonesia untuk berkontribusi mengubah paradigma perekonomian dunia.
G20 mengarusutamakan keadilan ekonomi dan peduli akan masa depan bumi dan memberikan dukungan kesepakatan atau Perjanjian Paris yang isinya menghentikan suhu pemanasan bumi tidak lebih dari 2 derajat celcius sesuai dengan dasar negara kita Pancasila. Kesepakatan-kesepakatan G20 tentang keadilan ekonomi dan kebersamaan gagasan untuk pemulihan ekonomi global dengan menjaga kelestarian bumi sesuai dengan semangat Indonesia yaitu gotong royong. G20 adalah lembaga tingkat tinggi dunia yang menyadari bahwa kita hidup di bumi yang sama dan menyelamatkan bumi dengan konsep yang sama yaitu pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Semangat ini sesuai dengan yang termaktub dalam UUD 1945.
Apa keuntungan dan kerugian Indonesia dalam investasi hijau dan tantangan apa yang dihadapi bangsa Indonesia dalam investasi hijau? Ketiga pertanyaan ini menjadi kunci bagi Indonesia agar dapat memberikan kontribusi terbaiknya untuk pertumbuhan ekonomi yang baik dan lingkungan tetap terjaga agar bangsa ini sejahtera dan berkontribusi bagi dunia dalam menyelamatkan bumi yang diameter dan luasnya tidak pernah berubah. Konsep dasar bahwa diameter dan luas bumi tidak pernah berubah di satu sisi dan sisi lain pertumbuhan penduduk dan konsumsi kebutuhan umat manusia terus meningkat.
Diameter dan luas bumi yang konstan dan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi manusia terus meningkat menjadikan bumi dieksploitasi. Persoalan inilah cikal bakal munculnya investasi hijau. Investasi hijau menjadi konsep bagaimana memikirkan masa depan bumi jauh kedepan agar terus terjaga dan lestari. Bagaimana agar tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) dan mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) dengan baik maka kita mencari secara terus menerus agar ekonomi terus bertumbuh untuk kebutuhan umat manusia dan alam terus terjaga.
Konsep Investasi Hijau
Bagaimana alam mampu memulihkan dirinya tanpa terluka untuk kebutuhan umat manusia. Konsep investasi hijau itu adalah pembangunan yang menjaga hubungan abiotik, biotik dan sosial terjaga dengan baik. Bagaimana cara menjaga hubungan abiotic, biotik dan sosial terjaga maka Indonesia dipandu oleh Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolan Lingkungan Hidup (PPLH). Setiap warga negara Indonesia dan asing yang akan mengelola SDA di Indonesia harus taat kepada regulasi itu. UU Nomor 32 dan turunannya diharapkan mampu mengendalikan semua orang bekerja akan lingkungan lestari.
Investasi dikatakan berkelanjutan jika seluruh proses investasi yang mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan (biotok dan abiotik) , sosial dan tata kelola yang total mempertimbangkan dampak negative terhadap lingkungan. Environment, Social, dan Governance (ESG) harus terjaga keberlanjutananya agar perekonomian dan kehidupan berjalan degan baik di planet bumi ini. Investasi hijau cirinya adalah kegiatan yang tidak merugikan manusia di sekitar proyek dan alam (do no harm).
Ciri-ciri agar berivestasi sehat adalah : Pertama, kita tidak boleh berivestasi di perusahaan yang merugikan lingkungan dan masyarakat. Kita dapat berivestasi jika perusahaan itu mempertimbangkan dampak lingkungan dan disenangi masyarakat sekitar karena berfaedah bagi mereka. Kedua, memilih investasi yang nilai ESG- nya baik.
Perusahaan ramah lingkungan dinilai dari aspek lingkungan adalah emisi karbon, konservasi atau efisiensi energi, kepedulian kepada alam seperti keanekaragaman hayati (biodiversity), penggunaan air, pengelolaan sampah dan polusi dan lain sebagainya. Aspek sosial yaitu upah dan hak-hak buruh, tidak mempekerjakan anak dibawah umur, keterlibatan masyarakat lokal dan lain sebagainya. Aspek tata kelola perusahaan adalah keterbukaan informasi yang menjadi milik publik seperti pengelolaan limbah dan informasi yang menjadi hak publik mudah diakses.