Dari hasil Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2022 yang menarik perhatian saya adalah dua anak hebat dari Samosir yang saya kenal sejak SMP yaitu Patricensia Hutajulu dan Dominikus Situngkir. Patricensia Hutajulu dan Dominicus Situkkir adalah peserta Olimpiade Sains Nasional (OSN) dari Samosir ketika SMP.
Menariknya adalah Patricensia anak Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Samosir ketika SMP dan Dominikus Situngkir adalah anak keluarga petani sederhana yang tinggal di sebuah dusun yang tidak bisa dilalui kendaraan roda 4. Kini Patricensia Hutajulu lulus di Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Jakarta dan Dominikus Situngkir lulus di Desain Interior Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Kisah Patricensia dan Dominikus sangat menarik bagi saya karena ketika pelatihan persiapan masuk OSN tidak diperlakukan khusus karena ayahnya seorang Kadisdik ketika itu. Tidak ada informasi dari pak Rikardo Hutajulu bahwa anaknya ada di peserta pelatihan kepada kami selaku penyelenggara pelatihan. Saya mengetahui nama Patricensia Hutajulu dari ibu Maria Radjawane selaku pengajar Fisika dan pak Nur Hidayah pengajar Biologi bahwa ada ada anak yang layak mendapat medali di tingkat nasional nantinya. Apakah Patricia Hutajulu anak Kadisdik Samosir?, Tanya mereka. Saya jawab tidak tau. Sayapun menanyakan pegawai disdik Samosir dan ternyata Patricia adalah anak Kadisdik Samosir ketika itu.Patricensia itu sangat besar harapannya mendapat medali di OSN, lebih besar peluangya dari Hilarius Sitanggang kata mereka meyebut senior Patricia di OSN dari Samosir. Hilarius adalah anak yang meraih prestasi OSN di tingkat nasional yang kini kuliah di Institut Teknologi Bandung. Dominikus juga sangat hebat dalam menguasai Matematika. Karena itu Domnikus mewakili Samosir dalam OSN Matematika tetapi tidak lulus ke tingkat nasonal. Kami sedikit agak kecewa mendengar Dominikus tidak lulus OSN tingkat nasional. Saya menyemangatinya di sebuah lapo di depan Hotel JTS ketika itu. Semangat iya, nanti kamu lulus Perguruan Tinggi hebat, itu paling penting. Kami banyak bicara sambil makan siang di kedai El Shadday yang menyedikana ikan mujair, saksang dan babi panggang yang semuanya enak.
Ketika pelatihan persiapan masuk sekola SMA Unggulan, Dominikus nilai terbaik Fisika, Kimia, Biologi. Hanya bahasa Inggris yang nilainya tidak tertinggi. Melihat prestasi akademik dan perilakunya yang baik, saya penasaran Dominicus itu anak siapa dan tinggal dimana?. Saya mendengar Dominikus adalah anak desa dari keluarga sederhana. Tetapi dari penampilan baju, celana, sepatunya rasanya tidak mungkin anak itu sederhana ekonominya. Saya dekati Dominikus dan saya bilang setelah pelatihan saya antar kamu ke rumahmu. Dominicus sebetulnya mengelak tetapi ketika saya tanya bagaimana kamu pulang? Karena dia belum terpikirkan dia pulang maka secara spontan dia setuju. Tetapi dia bilang, bapak nanti tidak bisa sampai ke rumah, karena motor (mobil) tidak bisa sampai ke rumah kami. Nanti kita pikirkan, jawabku.
Dalam perjalanan Dominicus menceritkan bahwa ibunya orang Sunda tetapi sudah sangat pandai bahasa Batak dan rajin ikut pesta Batak. Dominikus juga menceritkan bagaimana kehidupan keluarga ayahnya dan ibunya di Jawa Barat. Dominikus sangat pandai bercerita dan dia pandai membuat cerita menarik. Dominikus juga menceritakan kehidupan asrama di sekolahnya Budi Mulia Pangururan. Guru-guru di Budi Mulia sangat menarik dan Dominikus juga mengungkapkan kehebatan para trainer matematika seperti Dr.Dr. Wardono, Dr. Scolastika, Dr. Dahnielsyah, Maria Radjawane, M.Si dan Dominicus menceritkana belajar itu sangat menarik. Ternyata, jika kita menguasai konsep tentang sebuah teori, sesulit apapun pelajaran itu bisa kita pecahkan pak, katanya. Matematika itu sangat menarik bagi saya pak, katanya.
Di tengah asyiknya kami bicara, kami harus belok kanan agak jauh dari Parbaba. Simpang itu sudah dekat Simanindo. Tiba-tiba saja kiri kanan banyak ranting-ranting kayu yang menggores mobil kami. Kasihan mobil bapak, bisa tergores nanti, kata Dominikus. Apakah masih jauh? Masih jauh pak, aku turun disini saja. Aku jalan kaki saja pulang, katanya . Kamipun terus melaju menuju rumah Dominicus melewati daerah pertanian. Petani banyak menanam berbagai macam sayur di di kiri dan dikanan.
Tibalah saatnya kami diminta Dominikus untuk parkir dan kami jalan kaki menuju rumahnya yang sederhana. Ibu Dominikus sedang mengerjakan ladangnya dan kami pun cerita. Ibunya menceritkan kegalauan hatinya tentang harga hasil pertanian yang tidak jelas. Kami bukan tidak bekerja keras tetapi harga hasil pertanian ini tidak bisa diharapkan. Kalau begini, bagaimana dengan biaya sekolah atau biaya kuliah Dominikus? Dominikus cita-citanya harus kuliah, bagaimana dengan kondisi ekonomi petani seperti kami? Saya banyak mendengar dan memberikan pesan ke Domi agar fokus belajar. Soal biaya, kita tidak tau Dom, pasti ada jalan keluar. Pertolongan Tuhan tepat waktu. Saya minta pamit, saya dan temanku Sitanggang pulang dan sekira 200 meter Sitanggang melihat jambu kelutuk dengan buah yan matang di semak-semak.
Sitanggang memanjat jambu kelutuk dan kami panen. Dominikus melihat kami dan dia datang lagi menjumpai kami untuk membantu panen jambu yang tidak tau milik siapa. Jambu itu tumbuh di semak-semak yang tidak terurus. Kamipun panen jagung dan membawa jambu klutuk itu ke Siborongborong dan teman-teman kami di Siborongborong sangat menikmati jambu yang amat manis itu. Jambunya ada yang matang, setengah matang da nada yang sedikit matang. Kami makan bersama di Siborongborong. Kami buru buru pulang karena jadwal kapal penyebrangan di Pelabuhan Ambarita.
Sebulan kemudian, saya ditelpon Dominikus. Dengan sedih Dominikus mengatakan bahwa dia sedang di sekolah Unggul Del dan diminta uang sebesar Rp 19 juta uang pendaftaran. Ketika itu saya di Pangaribuan Tapanuli Utara. Mendengar telpon itu, saya menjumpainya langsung dari Pangaribuan. Lama perjalanan sekitar 1,5 jam ke sekolah unggul Del. Sitanggang sedikit ngebut agar tidak terlambat. Sitanggang ikut juga sedih karena tau persis pergumulan Dominicus antara cita-cita dan ekonomi. Kami tiba dengan cepat di Pintubosi, Laguboti. Kami ngopi dengan Dominikus dan ayahnya. Saya terpikir menelpon Kadisdik Samosir.