Salah satu cara kita bekerja untuk menghindari subjektivitas dalam berbicara dan mengambil keputusan adalah harus berdasarkan data dan fakta. Penggunaan basis data sangat diperlukan untuk dapat mengelola, menyimpan, memanajemen segala informasi yang berbentuk data secara terstruktur dan tersistem.
Jika kita mengkritisi kebijakan pemerintah atau kebijakan apapun harus berdasarkan data ditambah dengan fakta di lapangan. Bahkan, k akhir-akhir ini dikenal dengan big data. Berdasarkan big data inilah kita menganalisis berbagai hal tentang jawaban atas berbagai persoalan kehidupan.
Darimana, siapa, bagaimana cara memperoleh data? Dalam hal memperoleh data banyak orang yang kaku. Padahal sumber data itu banyak. Semakin banyak data yang kita peroleh semakin akuratlah data kita.
Menyoal data yang valid dan sahih terjadi perdebatan yang amat panjang. Sahabat saya seorang Sosiolog dan aktivis kemanusiaan alumnus Cornel University George Junus Aditjonro (GJA) sering kritik data dari pemerintah karena keterbatasan dan metode yang berbeda.
Metode memperoleh data pun sering dikritiknya. GJA pernah menjahit dari berbagai sumber yang dikenal dengan buku Gurita Cikeas dan Cikeas makin menggurita pernah menggemparkan publik.
Profesor Tjipta Lesmana, Ramadhan Pohon dan banyak orang ketika itu kritik metode GJA mengumpulkan data. Ketika itu, saya diminta GJA membantu mencari data dari berbagai sumber dan dijahit dengan apik. Dan, data yang dikumpulkan dalam berbagai sumber dan dijadikan buku yang amat sederhana itupun menarik perhatian publik. Bahkan, berakhir dengan laporan ke polisi karena GJA emosi ke Ramadhan Pohan ketika bedah buku Gurita Cikeas di Jakarta. Saya menjadi saksi hidup ketika itu.
Hal itu terjadi karena Ramadhan Pohan menyebut data GJA adalah halusinasi. GJA disulut emosinya dan menampar buku ke wajah Ramadhan Pohan. Faktanya, mereka yang ditulis dalam data GJA ada berakhir dipenjara. Dengan kata lain, waktu menjawab kebenaran data GJA. Waktu memang jujur bercerita.
Di Indonesia keterbukaan data atau informasi diatur dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Lalu, bagaimana jika sumber informasi tidak memberikan data? Dalam konteks inilah dibutuhkan inovasi dan kreativitas kita untuk memperolehnya dengan obeservasi dan penelitian. Misalnya, berapa jumlah SMP kelas tiga di Kabupaten Toba tahun 2022 yang akan masuk sekolah atas?