Ketika saya baru menikah dan memiliki anak satu masih sering lupa akan tugas sebagai ayah. Ketika itu senang mengikuti seminar, diskusi, dialog dan kegiatan-kegiatan yang teramat penting menurut saya. Kegiatan-kegiatan sosial sangat saya nikmati dan waktu untuk keluarga sedikit. Istri saya mendukung pula karena dia bangga saya aktif untuk kegiatan sosial dan menambah wawasan. Pada suatu ketika anak kami yang pertama lebih senang kepada sopir kami. Sopir kami dan istrinya yang merawat anak kami. Suami istri mereka tinggal di rumah kami sehingga anak-anak kami sangat dekat karena dirawat dengan baik hingga saat ini.
Sebelum istri saya ke kantor anak kami yang usia 5 tahun ketika itu meminta sopir untuk memutar mobil keliling perumahan bersama mba yang merupakan istri sopir. Mereka bertiga tiap hari keliling perumahan dan akibatnya anak kami lebih dekat dengan sopir dan mba. Saya tersadar bahwa saya sering pulang malam dari kegiatan kegiatan diskusi, seminar dan aktivitas sosial.
Tersadar bahwa kedekatan saya dengan anak saya tidak optimal, Sejak itulah saya sadar dan menemani anak saya bermain dan hingga saya masukkan Sekolah Sepak Bola (SSB). Setiap hari Sabtu dan minggu tidak ada yang bisa gantikan waktu kami kecuali yang sangat penting sekali seperti melihat orang sakit atau kegiatan keluarga yang lain. Kami berdua mengobrol di mobil pergi ke SSB dan pulang. Ketika selesai latihan SSB kami makan bersama dan sering mengajak teman sebayanya untuk bermain bola di luar SSB. Mereka saya temani bermain bola dan berbagai aktivitas setiap hari Sabtu.
Belajar dari kesalahan anak pertama, saya membangun komuniaksi dengan anak kedua dengan baik. Kini saya sadari bahwa kita tidak bisa melewatkan masa-masa kecil mereka. Jika terlewatkan maka akan terjadi penyesalan. Hubungan batin dengan anak menjadi kunci utama kita bisa mengarahkan mereka sesuai bakat dan cita-citanya. Kita mengarahkan dan membuat pertanyaan-pertanyaan untuk merangsang mereka untuk berpikir dan memikirkan apa yang perlu buat mereka.
Mengapa Orang Tua Mengabaikan Anak?
Dalam kehidupan sehari-hari ketika anak nakal dan tidak berpresatsi acapkali yang disalahkan orang tua adalah guru. Padahal guru mendidik banyak anak, karena itu guru sangat terbatas memperhatikan anak kita. Orang yang tidak memiliki batas merawat dan memperhatikan anak adalah orang tua. Jadi kunci utama dan terutama adalah orang tua. Peran guru adalah menambahkan ilmu pengetahuan (kognitif). Syukur jika guru bisa menambah afektif dan perkembangan motorik anak kita. Kalau orang tua bisa menambah kognitif, afektif dan motorik sesuai kebutuhan umur. Orang tua sesukanya mau mendidik seperti apa. Otoritas tertinggi untuk mendidik adalah orang tua.
Mengingat otoritas tertinggi untuk mendidik anak adalah orang tua, maka semua orang tua harus belajar cara mendidik anak dengan baik. Guru di sekolah sebenarnya hanyalah tambahan untuk belajar secara komunitas. Di sekolah belajar ilmu pengetahuan sekaligus terbentuk pelajaran hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya. Di rumah belajar hubungan sosial sulit karena tidak memiliki teman. Pelajaran di sekolah itu diajarkan bagaimana cara mengikuti aturan umum. Aturan umum di sekolah. Belajar memenuhi aturan bersama tidak bisa dikerjakan di rumah. Hal inilah kelemahan pendidikan daring yang sekarang lagi berlangsung.
Kelebihan pendidikan di sekolah adalah anak-anak dilatih untuk taat terhadap aturan umum/aturan sekolah. Anak-anak secara otomatis belajar hubungan sosial dengan teman-temannya. Mereka bisa berdialog dan bercerita satu sama lain sehingga muncul saling berempati. Di sekolah juga diajarkan sportivitas dan saling jujur sesama teman dan akan menjadi kenangan di hari esok. Bahagia mereka ada di sekoalah. Bahagia di sekolah itu yang hilang selama pandemi. Bahagia yang hilang itu kita ganti dengan anak-anak kita berjumpa di lapangan terbuka. Tentu saja berjumpa dengan orang yang dikenal dan percaya bahwa mereka bebas dari Covid19.
Kehilangan bahagia anak-anak bersama temannya yang hilang harus kita sadari maka kita harus kompensasi. Kompensasinya bisa berjalan-jalan ke alam terbuka bersama temannya yang kita kenal. Mereka bisa bermain bola, dan berbagai jenis mainan yang mereka suka. Orang tua harus kondisikan keadaan agar menutupi momentum bahagia mereka selama di sekolah. Dalam rangka kompensasi bahagia mereka di sekolah maka beberapa orang tua harus komitmen menjaga kebersamaan untuk mempertemukan anak-anak untuk bermain. Bermain adalah kebutuhan mutlak anak-anak kita.