Profesor buatan Kompasioner Felix Tani yang senang menggangkat cerita Poltak sangat menarik. Profesor Felix Tani itu ahli Batakologi yang kentir. Kata kentir begitu populer karenanya, padahal akupun tidak paham apa itu kentir yang sesungguhnya. Jika guru besar buatan kompasioner itu cerita panjang soal si Poltak, maka aku akan cerita si Risma yang bijak, pintar, cerdas dan rendah hati. Guru besar kentir itu pernah menyebut saya orang Batak berhati lembut, padahal kutipu dia. Menipu profesor itu menyenangkan. Sebagai tindak lanjut tipuan, maka saya akan mengimbangi cerita si Poltaknya dengan si Risma. Si Poltak tidak akan jodoh dengan si Risma walaupun dengan mas kawin beberapa ekor kerbau si Poltak. Sebab Risma menautkan hatinya yang lembut bagaikan salju telah terakumulasi dengan Jahorman, anak tukang mabuk yang kerjanya main catur.
Di sebuah daearah di Sumatra, ada kebiasaan kaum bapak main catur hingga lupa makan atau tanggungjawab karena asyik main catur saja. Asyik saja main catur dari pagi hingga larut malam. Tak terasa, si Jahorman yang ayahnya senang main catur sudah lulus SMA dan lulus di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di pulau Jawa. Sejak nikah hingga anak dewasa, ayah Jahorman sibuk main catur sementara ibu Jahorman rajin ke ladang dan beternak kerbau. Si Jahorman dan adik-adiknya rajin ke ladang dan merawat kerbaunya. Mereka mengabaikan ayahnya yang selalu sibuk main catur dan nongkrong macam anak-anak remaja.
Ibu Jahorman sangat bahagia pagi itu karena membaca nama Jahorman ada di surat kabar terbesar di provinsi itu. Ibunya sibuk mencari uang untuk ongkos Jahorman dan biaya yang dibutuhkan Jahorman. Ayah Jahorman tidak terlibat, dan hanya bangga mendengar dari orang bahwa anak sulungnya lulus di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ternama di pulau Jawa.
Tiba waktunya, Jahorman akan pergi. Ibunya mengantar Jahorman dan minta pamit dari tempat ayahnya nongkrong. Pak, aku berangkat iya. Iya katanya ayahnya dingin. Semua perlengkapan Jahorman disiapkan ibunya. Ibunya sendiri mencari dan menghitung biaya yang dibutuhkan Jahorman. Ibu Jahorman menjual seekor kerbau dan meminta uang hasil penjualan padi beberapa bulan lalu dari toke di kampun itu.
Jahorman tiba di kampus, dia mendaftarkan diri agak kaku karena dari kampung. Dia berjumpa dengan Lambok yang berasal dari Sitamiang Samosir. Lambok adalah anak guru. Ayahnya pengawas sekolah dan ibunya guru di Samosir. Mereka berdua kompak. Mereka berdua berjumpa dengan banyak orang di Kampus. Kawan-kawan mereka ada yang dari Papua, Lampung, Sidikalang, Sipiongot, Langkat, Dumai, Duri, Tanjung Pinang, Porsea, Siborongborong, Doloksanggung, Kutacane dan hampir semua dari Indonesia ada. Jahorman bahagia di kampus barunya.
Setelah administrasi pendaftaran kampus selesai Jahorman menelpon ibunya. Jahorman menanya keadaan bapaknya. Ibunya menjawab baik-baik saja. Di akhir pembicaraan ibunya menceritakan bahwa gadis canti k di desanya kirim salam. Gadis desa yang biasa menjaga kedai kopi di desa itu. Gadis desa yang dipanggil si Sere itu kirim salam. Tanpa diketahui Jahorman, si Sere naksir kepadanya. Tetapi Jahorman bilang salam balik saja.
Di tengah perjalanan kuliah, ada gadis Batak bernama Risma menaksir si Jahorman. Risma kelahiran Jakarta itu sering datang ke tempat kost Jahorman. Jahorman agak grogi dan bersikap baik dan ramah kepada Risma. Risma tertarik kepada Jahorman karena pintar, gigih dan ulet. Jahorman adalah anak yang bertanggung jawab. Lagi pula, Jahorman kuliahnya baik dan aktif organisasi. Mereka aktif di satu organisasi dan sering aktif dalam diskusi. Setahun sudah mereka kompak, tetapi mereka tidak resmi pacaran. Padahal de facto mereka sudah kompak dan selalu berdiskusi dengan hal-hal yang baik. Mereka saling mengasah pemikiran. Mereka berdua memiliki kesamaan yaitu senang berpikir dan membaca.
Suatu ketika mereka memiliki kegiatan yang sama. Kegiatan organisasi itu menagadakan api unggun. Mengellilingi api unggun dan bernyayi. Sambil bernyanyi Risma memegang tangan Jahorman dan lembut. Pegangan Risma menembus relung hati Jahorman yang paling dalam. Risma melirik wajah Jahorman sambil meremas jarinya. Jahorman hampir tak percaya apa yang terjadi. Jahorman mau menolak karena takut dosa. Jahorman memang alim selama ini. Tidak ada yang melihat malam itu bahwa mereka berpegangan tangan.
Selesai acara api unggung Jahorman sulit tidur. Orang kampung yang masih hijau itu gamang dan galau. Besoknya setelah pulang, Risma menanyakan apa yang dirasakan ketika tangan Jahorman dipegang. Jahorman tidak bisa menjawab, tetapi wajahnya kaku. Risma mengerti akan jawaban wajah Jahorman. Sejak itulah Risma menyadari bahwa Jahorman mencintainya. Risma mengenal Jahorman yang kaku dalam berekspresi. Satu hal yang Risma tau, bahwa Jahorman orang baik dan beriman. Modal itu lebih dari cukup untuk bahagia, pikir Risma.