Sejak Covid19 sekitar awal Maret 2020 diberlakukan Perubahan Sosial Berskala Besar (PSBB), masyarakat mengenal Work From Home (PSBB). Sejak masyarakat mengenal PSBB sekaligus mendengar Protokol Kesehatan. Protokol kesehatan yang sampai ke telinga masyarakat adalah jaga jarak, pakai masker, rajin cuci tangan dan pakai hand sanitizer.
Pasca PSBB pemerintah pusat memperkenalkan istilah New Normal. Di masa New Normal diperkenalkanlah protokol kesehatan. Protokol kesehatan, singkatnya adalah jaga jarak, pakai masker, rajin cuci tangan, dan pakai hand sanitizer.
Di era New Normal, mulai banyak orang membuat pertemuan seperti pesta dan mengingatkan agar jaga jarak, pakai masker, cuci tangan, pakai hand sanitizer tapi tidak menghitung Daya Dukung (Carrying Capity) lingkungan. Apakah mungkin protokol Kesehatan ada manfaatnya jika Daya Dukung (DD) diabaikan?
Ketika pendaftaran peserta Pilkada ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 4 -6 Sepetember 2020 yang lalu, pernyataan-pernyataan bahwa kami memperhatikan protokol kesehatan dengan jaga jarak, pakai masker, mencuci tangan dan memiliki hand sanitizer. Tetapi, mereka tidak menghitung kapasitas jalan seperti lebar jalan, panjang jalan dan tidak menghitung kapasitas ruang KPU dan halaman KPU yang akan mereka tuju untuk mendaftar Paslon yang mereka usung.
Bagaimana mungkin jaga jarak jika jumlah masyarakat yang hadir tidak sebanding dengan luasan ruang dan halaman KPU? Demikian juga hari ini, pengundian nomor Paslon di KPU. Para Paslon bicara protokol Kesehatan tetapi massa yang hadir tidak diperhitungkan dengan luas ruang dan halaman. Kondisi inilah yang menimbulkan wacana agar Pilkada ditunda.
Jika kita mau serius dengan protokol kesehatan maka yang utama kita perhitungkan adalah kapasitas gedung dan halaman pertemuan. Protokol kesehatan meminta kita jarak sekitar 2 meter maka dapat dihitung luas gedung dan jumlah maksimal yang akan diundang.
Setelah dihitung luas Gedung, maka dihitung jumlah tempat cuci tangan yang ideal dengan jarak 2 meter jika antrian. Dihitung jumlah cuci tangan dan jumlah air yang tersedia. Demikian juga jumlah toilet dan fasilitas toilet. Di dalam toilet harus disediakan tisu agar dapat menggunakan memutar air dan membersihakan tangan.
Terkait dengan jaga jarak, hampir di semua tempat gagal. Mengapa? karena tidak menghitung DD lingkungan. Sebagai contoh adalah ketika saya naik pesawat ke Kualanamu Medan, di Terminal Soekarno Hatta cukup baik, walaupun koordinasi pihak bandara dengan maskapai sangat buruk.
Sebetulnya, di bulan Agustus lalu saya hendak ke Silangit tetapi mungkin penumpang tidak cukup akibatnya keberangkatan ditunda. Pihak Maskapai mengatakan ditunda, sementara di papan pengumuman Soekarno-Hatta masih tertulis on schedule. Koordinasi pihak bandara dan maskapai yang sangat buruk.
Ketika pulang dari Kuala Namu menuju Soekarno Hatta, saya terkejut di Kualanamu. Semua penumpang dikumpulkan di satu titik untuk validasi surat keterangan rapid test. Penumpang berdesakdesakan karena tertumpu ke satu titik. Sejatinya, validasi rapid test bisa dilakukan ketika check in. Mengapa harus dikumpulkan di satu titik?